HIDROGEOLOGI DAS
BENTANG
ALAM SUNGAI
Sungai
merupakan salah satu bentang alam yang ada di permukaan bumi. Bentang alam
dapat didefinisikan sebagai kenampakan yang terbentuk karena proses-proses
alami dan tanpa campur tangan manusia di dalamnya. Menurut UU No. 35 Tahun
1991, Sungai diartikan sebagai suatu tempat atau wadah serta jaringan
pengaliran air mulai dari mata air hingga muara dengan dibatasi kiri dan
kanannya serta sepanjang pengalirannya oleh garis sempadan.
Karakteristik
sungai dari hulu ke hilir tidaklah sama karena dipengaruhi berbagai faktor
alami. Untuk mempermudah memahami karakteristik bentang alam sungai dari hulu
ke hilir maka sungai terbagi atas Sungai Bagian Atas, Sungai Bagian Tengah dan
Sungai Bagian Bawah.
1.
Singai Bagian Atas
Sungai bermula dari atas atau hulu yang dapat bermula
dari sebuah mata air. Kumpulan aliran-aliran mata air tersebut bergabung dan
membentuk sungai di bagan tertentu. Sungai di bagian atas akan memiliki
kecepatan air yang sangat deras/tinggi karena dipengaruhi oleh gravitasi dan
kemiringan lereng yang curam. Sungai di bagian atas memiliki tebing yang
sempit, terjal dan berbentuk V. Erosi di sungai bagian atas cenderung mengarah
vertikal dan kadang banyak dijumpai air terjun dan riam. Batu-batu besar juga
banyak dijumpai di aliran sungai bagian atas.
Sungai bagian atas.
2.
Sungai Bagian Tengah
Pada sungai bagian tengah tubuh sungai
akan mulai melebar karena gradien lereng yang mulai landai dan berbagai
percabangan anak sungai akan saling bertemu. Erosi sungai pada bagian ini
dominan oleh erosi lateral (U) yang mengakibatkan sungai semakin melebar.
Meander mulai terbentuk dan endapan-endapan pasir (slip of slope) mulai
banyak mengendap di kelokan sungai.
Sungai bagian tengah.
3. Sungai
Bagian Bawah
Pada
bagian ini, sungai sudah melebar relatif luas dan alirannya melambat karena
gradien lereng yang lemah sehingga banyak terjadi pengendapan. Bila banjir
sungai terjadi maka endapan lumpur sungai akan mengendap ke seluruh lembah
bagian kiri dan kanan membentuk sebuah tanggul alam. Danau Tapal Kuda atau
Oxbow Lake juga banyak terbentuk di wilayah sungai bagian bawah disebabkan oleh
meader yang terpotong oleh erosi sungai.
Sungai bagian bawah.
KARAKTERISTIK FISIK SUNGAI
1. Karakteristik
Sungai Bagian Hulu
- merupakan awal dari aliran sungai (mata air)
- debit air relatif kecil dan dipengaruhi curah hujan
- kondisi dasar sungai berbatu
- sering ditemui air terjun dan jeram
- erosi sungai mengarah ke dasar sungai (vertikal)
- aliran air mengalir di atas batuan induk
- aliran sungai mengerosi batuan induk
- aliran sungai cenderung lurus
- tidak pernah terjadi banjir
- kualitas air masih baik
2. Karakteristik
Sungai Bagian Tengah
- merupakan lanjutan dari hulu sungai
- lembah sungai berbentuk huruf U
- aliran air tidak terlalu deras
- proses erosi sudah tidak dominan
- proses proses transportasi hasil erosi dari hulu
3. Karakteristik
Sungai Bagian Hilir
- merupakan bagian akhir sungai menuju laut
- lembah sungai berbentuk huruf U
- aliran air permanen
- terdapat pengendapan di dalam alur sungai
- sering terjadi banjir
- terdapat daerah dataran banjir
- aliran sungai berkelok-kelok membentuk meander
- terdapat danau tapal kuda (oxbow lake)
- erosi sungai ke arah sampinh (lateral)
- badan sungai melebar
KARAKTERISTIK
KIMIA SUNGAI
a. pH
Menunjukkan tingkat keasaman air
yang dapat ditunjukkan dengan kertas indikator atau kertas lakmus (Gambar 2).
Skala pH berkisar antara 0-14, dengan kisaran sebagai berikut: pH 7: netral, pH
<7: asam, pH >7: basa pH 6,5-8,2 .
b. Alkalinitas
Pengukuran alkalinitas
dilakukan untuk mengetahui kemampuan sungai dapat bertahan akibat perubahan pH.
Pada ekosistem air tawar, nilai alkalinitas berkisar antara 20-200 ppm.
c.
Hardness
Hardness menunjukkan
total konsentration kation di dalam air, 2+ 2+ 2+ terutama kalsium (Ca ),
magnesium (Mg ), besi (Fe ) dan mangan 2+ (Mn ). Tingginya konsentrasi
kation-kation tersebut dapat menjadi permasalahan untuk air yang dikonsumsi.
d. Nitrat,
Nitrit, dan Amonia
Merupakan bentuk unsur
nitrogen yang terdapat di dalam air, Berasal dari pupuk yang larut, kotoran
hewan, dan lain-lain, Berfungsi sebagai hara atau pupuk untuk tanaman air,
Kandungan yang tinggi di dalam air akan meningkatkan pertumbuhan dan aktivitas
tumbuhan air sehingga kandungan oksigen di dalam air semakin berkurang dan
menyebabkan hewan air sulit berkembang bahkan mati. Peristiwa ini disebut
eutrofikasi. Kandungan yang tinggi di dalam air minum sangat berbahaya pada
bayi, karena hemoglobin darah terikat oleh Nitrat, sehingga menyebabkan darah
pada bayi kekurangan oksigen. Akibatnya bayi menjadi rentan terhadap penyakit hemoglobinosa.
e. Fosfat
Merupakan bentuk dari
unsur fosfor yang terdapat di dalam air, Berasal dari detergent sisa cucian,
kotoran hewan, pupuk yang terlarut, dan lain-lain, Berfungsi sebagai hara untuk
tanaman air, dan dapat mengakibatkan proses eutrofikasif.
f. Oksigen
Terlarut/Dessolved Oxygen (DO)
Merupakan oksigen yang ada di dalam
air, Berasal dari oksigen di udara dan hasil fotosintesis tumbuhan air Sangat
dibutuhkan dalam kehidupan hewan dan tumbuhan air. Kandungan oksigen di dalam
air lebih sedikit dibandingkan dengan di udara Kandungan oksigen pada air
yang bergerak lebih banyak dibandingkan dengan air yang tergenang. Kandungan
oksigen berbeda antar musim, bahkan antar jam dalam satu hari, dan berubah
sesuai dengan suhu dan ketinggian tempat Kekurangan oksigen akan menyebabkan
tumbuhan atau hewan air sulit untuk berkembang
g. Biological
Oxygen Demant
BOD ialah jumlah oksigen yang digunakan
mikroorganisme (bakteri) untuk menguraikan bahan-bahan organik di dalam air
Jumlahnya tergantung pada pH, suhu, jenis mikroorganisme dan jenis bahan
organik dan inorganik di dalam air. Sumber BOD daun-daun dan potongan kayu pada
air tergenang, tumbuhan atau hewan yang sudah mati, kotoran hewan, dan
lain-lain. Semakin tinggi BOD, semakin cepat oksigen di dalam air habis,
sehingga akan membawa dampak negatif bagi perkembangan makhluk hidup yang ada
di dalam air.
h. Kandungan
Coliform
Coliform adalah bakteri yang terdapat di
dalam saluran pencernaan dan membantu proses pencernaan dapat berada di dalam
sungai melalui perantara seperti amalia, burung atau saluran-saluran pembuangan
Bersifat non patogenik Keberadaannya merupakan petunjuk bahwa pada sungai
tersebut telah terdapat kotoran yang kemungkinan mengandung mikroba pathogen.
Apabila kandungan coliform > 200 koloni per 100 ml air menunjukkan bahwa
kemungkinan telah terdapat mikroorganisme pathogen pada air tersebut.
i.
Daya Hantar Listrik (DHL)
Daya hantar listrik
adalah kemampuan air untuk menghantarkan Listrik Menunjukkan adanya bahan kimia
terlarut seperti NaCl Konduktivitas air dapat meningkat dengan adanya ion-ion
logam berat yang dilepaskan oleh bahan-bahan polutan.
SUMBER
ALIRAN SUNGAI
Hujan yang jatuh di atas permukaan
pada suatu Daerah Aliran Sungai (DAS) atau Wilayah Sungai (WS) segian akan
menguap kembali sesuai dengan proses iklimnya, sebagian akan mengalir melalui
permukaan dan sub permukaan mesuk ke dalam saluran, sungai atau danau dan
sebagian lagi akan meresap jatuh ke tanah sebagai imbuhan (recharge) pada
kandungan air tanah yang ada.
Ketersediaan air yang ada merupakan
bagian dari fenomena alam, sering sulit untuk diatur dan diprediksi dengan
akurat. Hal ini karena ketersediaan air mengandung unsur variabilitas ruang (spatial
variability) dan variabilitas waktu (temporal variability) yang
sangat tinggi. Aliran yang terukur di sungai atau saluran maupun danau
merupakan potensi debit air permukaan, begitu halnya dengan air yang mengalir
ke dalam tanah, kandungan air yang tersimpan dalam tanah merupakan bagian dari
sistem sungai yang menyeluruh.
Aliran yang terukur di sungai atau
saluran maupun danau merupakan potensi debit air permukaan, begitu halnya
dengan air yang mengalir ke dalam tanah.
Dalam analisis melakukan
ketersediaan air permukaan yang akan digunakan sebagai acuan adalah debit
andalan (dependable flow). Sehingga yang paling berperan dalam studi ketersediaan
air permukaan adalah data rekaman debit aliran sungai. Rekaman tersebut harus
berkesinambungan dalam periode waktu yang dapat digunakan untuk pelaksanaan
proyek ketersediaan air. Apabila penyadapan air akan dilakukan dari sungai yang
masih alami, maka diperlukan rekaman data dari periode-periode aliran rendah
yang kritis yang cukup panjang, sehingga keandalan pasok air dapat diketahui.
Debit andalan adalah suatu besaran
debit pada suatu titik kontrol (titik tinjau) di suatu sungai di mana debit tersebut
merupakan gabungan antara limpasan langsung dan aliran dasar. Debit ini
mencerminkan suatu angka yang dapat diharapkan terjadi pada titik kontrol yang
terkait dengan waktu dan nilai keandalan. Keandalan yang dipakai untuk
pengambilan bebas baik dengan maupun tanpa struktur pengambilan adalah 80%,
sedangkan keandalan yang diapakai untuk pengambilan dengan struktur yang berupa
tampungan atau reservoir adalah sebesar 50%.
Untuk data aliran yang terbatas dan
data hujan yang cukup panjang maka data aliran tersebut dapat dibangkitkan
dengan menggunakan metoda pendekatan modelling hujan-aliran. Model hujan-aliran
yang dapat digunakan adalah Metoda Mock. Metoda Mock lebih sering dipakai
dibandingkan dengan metoda-metoda yang lain (SMAR, NRECA dll). Karena metoda
ini dikembangkan di Indonesia, penerapannya mudah dan menggunakan data yang
relatif lebih sedikit.
PENGUKURAN
ALIRAN SUNGAI
Debit (kecepatan aliran) dan sedimen
merupakan komponen penting yang berhubungan dengan permasalahan DAS seperti
erosi, sedimentasi, banjir dan longsor. Oleh harena itu, pengukuran debit dan
sedimen harus dilakukan dalam monitoring DAS.
A.
Debit Sungai
Debit merupakan jumlah air yang
mengalir di dalam saluran atau sungai per unit waktu. Metode yang umum
diterapkan untuk menetapkan debit sungai adalah metode profil sungai ('cross
section'). Pada metode ini debit merupakan hasil perkalian antara luas
penampang vertikal sungai (profil sungai) dengan kecepatan aliran air.
Q = A.V
dimana:
3 Q=Debit aliran (m /s); A=Luas penampang vertikal
(m); V=Kecepatan aliran sungai (m/s)
Luas penampang diukur dengan menggunakan meteran dan
piskal (tongkat bambu atau kayu) dan kecepatan aliran diukur dengan
menggunakan ‘current meter’.
B.
Persiapan pengukuran debit
Sebelum mengadakan pengukuran,
pemilihan lokasi merupakan hal penting yang harus diperhatikan, karena
kesesuaian lokasi akan berpengaruh terhadap akurasi hasil pengukuran. Kriteria
lokasi yang ideal untuk melakukan pengukuran adalah: tidak ada pusaran air
profil sungai rata tanpa ada penghalang aliran air arus sungai terpusat dan
tidak melebar saat tinggi muka air naik khusus untuk pengukuran pada sungai
besar harus ada jembatan yang kuat.
Perlengkapan yang perlu dipersiapkan
adalah:
Alat tulis (buku, pensil, dan spidol )
Timer (stopwatch)
Alat pengapung (bola tennis, bambu dengan pemberat)
Meteran
Benang atau tali
Palu dan paku
Tongkat bambu atau kayu
Penggaris
C.
Pelaksanaan Pengukuran Debit
Kegiatan yang dilakukan
dalam pengukuran debit adalah pembuatan profil sungai dan pengukuran kecepatan
aliran.
D.
Pembuatan Profil Sungai
Profil sungai atau bentuk geometri
saluran sungai berpengaruh terhadap besarnya kecepatan aliran sungai, sehingga
dalam perhitungan debit perlu dilakukan pembuatan profil sungai, dengan cara
sebagai berikut:
·
Pilih lokasi yang representatif (dapat mewakili) untuk
pengukuran Debit
·
Ukur lebar sungai (penampang horisontal)
·
Bagi lebar sungai menjadi 10-20 bagian dengan interval
jarak yang sama (Gambar 2.1).
·
Ukur kedalaman air di setiap interval dengan mempergunakan
tongkat Pembuatan profil sungai.
Proses pembuatan profil sungai
Contoh pengukuran profil sungai
Contoh hasil profil sungai
Dengan melakukan
pengukuran profil sungai, maka luas penampang sungai dapat diketahui. Luas
penampang sungai (A) merupakan penjumlahan seluruh bagian penampang sungai yang
diperoleh dari hasil perkalian antara interval jarak horisontal dengan
kedalaman air atau dapat dituliskan sebagai berikut:
dimana:
L=lebar penampang horisontal (m); D=Kedalaman (m)
Berdasarkan pada contoh profil pada Gambar 2.3, maka
diketahui luas 2
penampang sungai adalah 26,47 m (Verbist et al.,
2006).
E.
Pengukuran Debit
Kecepatan aliran sungai
pada satu penampang saluran tidak sama. Kecepatan aliran sungai ditentukan oleh
bentuk aliran, geometri saluran dan faktor faktor lainnya. Kecepatan aliran
sungai diperoleh dari rata-rata kecepatan aliran pada tiap bagian penampang
sungai tersebut. Idealnya, kecepatan aliran rata-rata diukur dengan
mempergunakan 'flow probe' atau 'current meter' (Gambar 2.4). Alat ini dapat
mengetahui kecepatan aliran pada berbagai kedalaman penampang. Namun apabila
alat tersebut tidak tersedia, kecepatan aliran dapat diukur dengan metode
apung.
PENGGUNAAN LAHAN
Penggunaan lahan dapat mempengaruhi
besarnya perbandingan antara berbagai aliran air, yakni dengan melalui:
pemadatan tanah, yang khususnya akan mempengaruhi
makroporositas tanah. Makroporositas berkaitan dengan perbedaan antara
'kejenuhan' dan 'kapasitas lapang', (atau volume air yang akan hilang dari
tanah selama 24 jam, seperti digunakan dalam definisi kapasitas lapang),
kerapatan isi tanah yang memiliki hubungan kuantitatif dengan makroporositas,
fungsi pedotransfer (yang menghitung pengaruh tekstur tanah dan bahan organik
tanah berdasarkan kerapatan isi tanah 'acuan'). Proses pemadatan tanah tidak
dapat dipulihkan dengan mudah pembentukan kerak permukaan tanah ('surface
sealing'), berhubungan langsung dengan hilangnya mineral permukaan tanah karena
sinar matahari dan curah hujan langsung setelah hilangnya atau rusaknya lapisan
seresah; pembentukan kerak tanah dapat dipulihkan dengan mudah, dengan
memadukan dan memanfaatkan pengaruh penutup tanah dan biota tanah.
Jika pemadatan tanah
terjadi karena proses 'degradasi', pengaruh pemadatan tanah ini relatif lebih
kecil selama periode awal musim hujan, karena tanah masih mampu menyimpan air.
Pada akhir musim penghujan, ketika tanah hampir jenuh, mulai terjadi perbedaan
yang nyata pada kemampuan penyimpanan air pada tanah. sehingga terjadi
pergeseran dari aliran dalam tanah – ‘sub surface flow’ menjadi aliran
permukaan tanah – ‘quick flow’ dan mengakibatkan puncak aliran yang lebih tajam
bila digambarkan dengan hidrograf.
Untuk mengetahui lebih
lanjut bagaimana proses pemulihan struktur tanah oleh seresah/mulsa tidaklah
mudah. Salah satu kendalanya adalah karena seresah yang berada di permukaan
tanah, tergantung pada ukuran dan beratnya, mudah diterbangkan angin atau
terbawa aliran air. Hal ini menyebabkan adanya perbedaan dalam hal struktur
tanah meskipun masih dalam hamparan lahan yang sama. Tanah dengan seresah yang
menumpuk akan mempunyai tingkatinfiltrasi lebih tinggi, sedangkan daerah yang
tanpa seresah kemungkinan akan mengeras dan membentuk lapisan kerak akibat
tingginya aliran permukaan. Penelusuran lebih rinci mengenai jenis-jenis
seresah (berdasarkan spesies pohon) untuk mengetahui kecenderungannya dalam
'berpindah' pada sebidang tanah perlu dilakukan untuk mengetahui dampak seresah
terhadap pemulihan tanah. Dalam skala luas di daerah semi-arid, proses
pengangkutan –penumpukan seresah sering terlihat berpola garis seperti kulit
harimau, sehingga dikenal sebagai 'tiger bush effect'. Dalam kondisi seperti
ini, zona yang terdegradasi berfungsi sebagai 'penerima air' yang akan
ditampung dan dimanfaatkan oleh zona yang bervegetasi. 'Rehabilitasi lahan'
dapat membantu mengubah pola dan ukuran 'tiger bush effect' ini agar lebih
effektif, meskipun tidak akan bisa menghilangkannya sama sekali.
PRESIPITASI,
INTERSPSI, DAN EVAPTRANSPIRASI
A.
Presipitasi
Presipitasi merupakan
curahan air dari atmosfer ke permukaan bumi. Sumber utama presipitasi di daerah
tropis berasal dari curah hujan. Unsur yang penting dalam presipitasi adalah
jumlah hujan yang dinyatakan dalam satuan kedalaman curah hujan (mm) dan
intensitas curah dinyatakan dalam jumlah hujan per satuan waktu.
B.
Interspsi
Intersepsi adalah proses ketika air
hujan jatuh pada permukaan vegetasi di atas permukaan tanah, tertahan beberapa
saat untuk kemudian diuapkan kembali ke atmosfer atau diserap oleh vegetasi
yang bersangkutan. Proses intersepsi terjadi selama berlangsungnya curah hujan
dan setelah hujan berhenti. Proses intersepsi terhadap curah hujan dari tutupan
vegetasi adalah sebagai salah satu proses dalam siklus hidrologi dalam hutan.
Air hujan yang jatuh menembus tajuk vegetasi dan menyentuh tanah akan menjadi
bagian air tanah. Besarnya intersepsi tidak dapat dihitung secara langsung
karena morfologi tajuk tanaman yang beragam sehingga sulit untuk dilakukan
pengukuran, namun nilai intersepsi pada ekosistem hutan dapat dihitung dengan
mengukur besarnya curahan tajuk dan aliran batang pada vegetasi. Intersepsi
dapat diketahui jika kedua nilai tersebut diperoleh, nilai intersepsi merupakan
perbedaan dari besarnya presipitasi total (Pg ) dengan presipitasi bersih
(Pn ).
Secara matematis besarnya intersepsi
dinyatakan dengan npgI = P − dengan nilai= n
P (throughfall (Tf ) + stemflow (S f ) ),
nilai Pg didapatkan dari hasil pengukuran di daerah kajian. Nilai
persentase intersepsi hujan pada tajuk vegetasi di daerah hutan hujan tropis
adalah bervariasi (Asdak, 1995). Hujan terintersepsi oleh tajuk vegetasi
sebesar 21% dari total air hujan total di hutan campuran Jawa Barat
(Calder et al,1986 dalam Asdak, 1995). Sementara pada hutan yang tidak
lebat dan telah dilakukan banyak penebangan persentase intersepsi tajuk
berkurang hingga 6% dari total intersepsi sebesar 11% (Asdak et al, 1998).
Besarnya intersepsi bervariasi
antara 35 – 55%, Besar intersepsi hujan berkisar antara 35-75% dari
keseluruhan ET di atas tegakan pohon/hutan. Di hutan hujan tropis berkisar antara
10 – 35% dari CH total besarnya air yang tertampung dipermukaan tajuk, batang
dan cabang vegetasi (Kapasitas simpan Intersepsi/Canopy storage capacity)
yang ditentukan oleh bentuk,kerapatan dan tekstur vegetasi air hujan yang jatuh
pada permukaan tajuk akan turun melaluiØ sela-sela daun, batang dan cabang
atau antar tajuk dan batang vegetasi.
AIR
PERMUKAAN DAN AIR BAWAH PERMUKAAN
A. Air Permukaan
Air permukaan adalah air yang berada pada permukaan bumi.
Yang termasuk air permukaan adalah sebagai berikut:
Air Permukaan.
a. Sungai
Yang dimaksud dengan sungai adalah
daratan yang lebih rendah dari daerah sekitarnya yang merupakan tempat
mengalirnya air dari hulu sampai ke muara. Sungai dibagi menjadi 2 (dua), yaitu
sebagai berikut:
1. Sungai
berdasarkan sumber airnya, dibedakan atas:
·
Sungai hujan, yaitu sungai yang sumber airnya
berasal dari air hujan;
·
Sungai gletser, yaitu sungai yang sumber
airnya berasal dari gletser (salju yang mencair);
·
Sungai campuran, yaitu sungai yang sumber
airnya berasal dari hujan dan gletser.
2. Sungai Berdasarkan volume airnya, dibedakan atas:
·
Sungai permanen, yaitu sungai yang airnya tetap
sepanjang tahun;
·
Sungai periodik, yaitu sungai yang airnya tidak
tetap, yaitu kering pada musim kemarau dan di aliri air pada saat musim
penghujan.
b. Danau
Danau adalah daratan
yang cekung dan terisi oleh air. Pada umumnya danau ini relatif luas.
Danau dibedakan menjadi 5 (lima) macam, yaitu:
- Danau vulkanik, yaitu danau yang terjadi karena letusan gunung api;
- Danau tektonik, yaitu danau yang terjadi karena air yang mengisi bekas terjadinya gerakan kulit bumi (dislokasi);
- Danau tektovulkanik, yaitu danau yang terjadi karena letusan gunung api sekaligus pergeseran kulit bumi;
- Danau buatan, yaitu danau yang sengaja dibuat untuk kepentingan kehidupan manusia dengan cara membendung sebuah sungai.
Manfaat danau
Manfaat danau antara lain:
- Danau di manfaatkan untuk usaha perikanan
- Sebagai tempat rekreasi
- Penyuplai air kebutuhan air
- untuk pengairan lahan pertanian
- Sebagai pembangkit tenaga listrik
- Pengendalian banjir
Rawa
Rawa adalah daratan yang rendah dan
digenangi oleh air yang umumnya terdapat di daerah dataran rendah atau
sepanjang tepi pantai. Oleh karena itu, ada pula daerah rawa yang dipengaruhi
oleh pasang surutnya air laut. Daerah tersebut dinamakan daerah pasang surut
karena pada saat air laut pasang, tanah rawa terendam air dan ketika surut
sebagian rawa tetap tergenangi air. Pada rawa masih terdapat ciri-ciri
kehidupan darat.
B. Air Bawah
Permukaan
Air tanah atau air bawah permukaan
bumi tersimpan di dalam lapisan batuan kulit bumi.. sumber air tanah yaitu air
hujan yang meresap kedalam tanah melalui pori-pori tanah. Air tanah dibedakan
atas:
- Air tanah dangkal, yaitu air tanah yang letaknya dekat permukaan bumi diatas lapisan kedap air. Air tanah ini diambil dengan cara menggali tanah yang lebih di kenal dengan nama sumur.
- Air tanah dalam, yaitu air tanah yang letaknya jauh dari permukaan bumi yang tersimpan dalam dua lapisan kedap air. Karena letaknya yang dalam, air tanah ini memiliki tekanan yang kuat. Apabila terjadi celah yang dapat tembus, maka akan menyembur keluar yang dinamakan dengan air artesis.
STATISTIKA DALAM HIDROLOGI
A.
Suatu rangkaian dari variat, yang
merupakan deret berkala (time series), menggambarkan sampel
dari populasi
B.
Distribusi (distribution)
adalah data yang disusun
menurut besarnya, misalnya debit banjir dari nilai
terbesar dan berakhir pada debit banjir terkecil atau sebaliknya.
C.
Distribusi probabilitas (probability distribution)
adalah jumlah kejadian dari sebuah variat diskrit dibagi dengan jumlah
data. Jumlah total probabilitas dari seluruh variat adalah 1.
D.
Probabilitas komulatif adalah
jumlah peluang dari variat
acak yang mempunyai sebuah nilai sama atau kurang
dari suatu nilai tertentu.
E.
Frekuensi (frequency) adalah jumlah kejadian dari
sebuah variat dari variabel diskrit.
F.
Interval kelas (class interval)
adalah ukuran pembagian kelas dari
suatu variable.
G.
Distribusi frekuensi (frequency
distribution) adalah suatu
distribusi atau variabel tabel frekuensi yang
mengelompokkan data yang belum terkelompok menjadi data kelompok.
Beberapa
istilah statistik yang telah dipaparkan oleh Sri Hartono (2000) antara lain:
A. Populasi
(population) adalah seluruh kemungkinan pengamatan yang dapat dilakukan
atau kumpulan lengkap dari seluruh besaran yang mewakili suatu proses acak
(random) tertentu. Populasi tidak harus tidak terbatas (infinite) tetapi dapat
juga terbatas (finite).
B. Sampel (sample)
adalah sejumlah pengamatan yang terbatas, yang merupakan bagian dari
sebuah populasi. Misalnya pengamatan hujan selama 5 tahun adalah sampel dari
seluruh populasi.
C. Variable
(variables) adalah karakter suatu sistem yang dapat
diukur dan besarannya berbeda apabila diukur pada saat yang berbeda
(fungsi waktu).
D. Parameter
(parameters) adalah besaran yang menandai suatu system dan tidak
berubah dengan waktu, misalnya luas DAS
E. Variat
(variate, outcome, observation, realization) adalah besaran dari suatu
variabel.
Widandi Soetopo dan Lily Montarcih (2009) juga menulir
istilah-istilah sebagai berikut:
A. Elemen,
merupakan bagian terkecil dari suatu kejadian. Contoh : (1). Debit sebesar 12.6
m3/dt, (2). curah hujan setinggi 78 mm, (3). hujan yang pertama terjadi dalam 4
hari mendatang.
B. Kejaidan
(event), merupakan kumpulan semua elemen dengan spesifikasi tertentu.
Contoh : (1). debit > 1.200 m3 /dt (berarti semua debit yang lebih dari
1.200 m3 /dt), (2). curah hujan < 95 mm (berarti semua curah hujan yang
kurang dari 95 mm), (3). dalam 4 hari mendatang terjadi hujan terus-menerus,
dalam 4 hari mendatang sedikitnya terjadi 1 hari hujan.
C. Variabel,
merupakan symbol (notasi) yang
menyatakan suatu kejadian (event). Sebagai
contoh : (1). Q menyatakan debit sesaat sungai (m3/dt), (2). Qthn
menyatakan debit rerata tahunan sungai (m3/dt), (3). R
menyatakan curah hujan harian (mm), (4). Rmax menyatakan
curah hujan maksimum tahunan (mm), (5). H menyatakan tinggi muka air sesaat di
waduk, sungai atau saluran (m). Nilai suatu variable akan bervariasi menurut
dimensi ruang (spasial) atau dimensi waktu (temporal).
D. Populasi,
merupakan kumpulan dari semua
elemen yang mungkin
ada (banyaknya elemen dapat berhingga/finite atau tak berhingga/infinite).
E. Sampel
(sample), merupakan bagian dari populasi yang diambil secara acak (random).
Sampel ini dianggap mewakili populasi. Analisa statistic dilakukan terhadap
sampel (analisa langsung terhadap
populasi tidak akan praktis, kecuali untuk ukuran
populasi yang cukup kecil).
F. Kala ulang
(return period), secara praktis didefinisikan sebagai n period
rerata dari selang waktu antara 2 kejadian tertentu.
EROSI DAN SEDIMENTASI
Secara umum erosi dan
sedimentasi merupakan proses terlepasnya butiran tanah dari induknya di suatu
tempat dan terangkutnya material tersebut oleh gerakan angin atau air kemudian
diikuti dengan pengendapan material yang terangkut di tempat yang lain. Bahaya
erosi banyak terjadi di daerah-daerah lahan kering terutam yang memiliki
kemiringan lereng sekitar 15% atau lebih. Tanah kering tang rentan terhadap
erosi terutama adalah tanah Podsolik Merah Kuning yang mempunya areal terluas
di Indonesia, kemudian disusul oleh tanah Latosol yang kemiringan lereng agak
curam sampai curam, terutama tanah-tanah yang tidak tertutup tanaman. (Suripin,
Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air, 2004).
Proses terjadinya erosi
dan sedimen:
Proses erosi dan
sedimentasi secara alami telah terjadi yaitu proses pelapukan batuan atau bahan
induk tanah secara geologi dan alamiah. Erosi alami merupakan proses
keseimbangan alam yang artinya kecepatan kerusakan tanah masih saa atau lebih
kecil dari proses pembentukan tanah. Sedangkan DAS yang masuk dalam wilayah
perkotaan mengalami erosi yang cukup besar dan dalam waktu yang cukup cepat.
Hal ini dikarenakan, perubahan tata guna lahan yang disebabkan oleh
meningkatnya kegiatan manusia di wilayah DAS tersebut.
Meningkatnya kegiatan manusia dalam mengelola dan meningkatkan
produktivitas tanah telah menyebabkan terjadinya pemecahan agregat-agregat
tanah karena pengangkatan dan pemindahan tanah pada saat pengolahan tanah. Hal
tersebut menyebabkan meningkatnya laju erosi tanah yang disebut
erosidipercepat. Penyebab utama terjadinya erosi di daerah tropis seperti
Indonesia adalah air. Hal ini disebabkan oleh, daerah tropis memiliki
kelembaban dan rata-rata curah hujan per tahun yang cukup tinggi.
Proses erosi tanah yang
disebabkan oleh air meliputi 3 tahap, yaitu:
a.
Pelepasan butiran tanah atau paertikel tanah dari
bongkah agregat tanah.
b.
Pemindahan atau pengankutan butiran tanah oleh media
pengangkut, yaitu air.
c.
Pengendapan butiran tanah dimana butiran tanah tidak
dapat diangkut lagi oleh media pengangkut.
Sebagai wilayah tropis, proses
erosi tanah lebih banyak disebabkan oleh air. Berdasarkan bentuknya erosi
dibedakan menjadi 4 tipe, yaitu:
a.
Erosi lempeng (sheet erosion), yaitu butiran-butiran
diangkut lewat permukaan atas tanah oleh selapis tipis limpasan permukaan ,
yang dihasilkan oleh intensitas hujan yang merupakan kelebihan dari infiltrasi.
b.
Pembentukan polongan (gully), yaitu erosi lempeng
terpusat pada polongan tersebut. Kecepatan airnya jauh lebih besar dibandingkan
dengan kecepatan limpasan permukaan tersebut diatas. Polongan tersebut
cenderung menjadi lebih dalam, yang menyebabkan terjadinya longsoran-longsoran.
Polongan tersebut tumbuh kearah hulu. Ini dinamakan erosi kearah belakang
(backward erosion).
c.
Longsoran massa tanah yang terletak diatas batuan
keras atau lapisan tanah liat; longsoran ini terjadi setelah adanya curah hujan
panjang, yang apisan tanahnya menjadi jenuh oleh air tanah.
d.
Erosi tebing sungai, terutama terjadi pada saat
banjir, yaitu tebing tersebut mengalami penggerusan air yang dapat menyebabkan
longsornya tebing-tebing pada belokan-belokan sungai.
Erosi dapat
diprediksi berdasarkan kondisi lapangan, yaitu dengan cara : memperhatikan
adanya bentukan hasil erosi seperti erosi lembar permukaan ('sheet
erosion'), erosi alur ('rill erosion'), dan erosi parit ('gully
erosion') seperti diilustrasikan pada Gambar dibawah.
Pendekatan lain untuk memperkirakan terjadinya erosi
di suatu tempat adalah dengan memperhatikan perubahan kondisi permukaan
tanah. Pada umumnya tanah-tanah yang telah mengalami erosi dicirikan oleh
perubahan warna dan konsistensi tanah, serta munculnya akar tumbuhan atau
lapisan batuan di permukaan tanah (Gambar 1.7). Berdasarkan jumlah tanah
yang hilang akibat erosi, tingkat bahaya erosi pada suatu tempat
dapat dikelompokkan seperti disajikan pada Tabel dibawah.
PENGELOLAAN
VEGETASI DAN HASIL AIR
Adanya jenis
vegetasi penutup lahan seringkali menyebabkan membesar atau mengecilnya hasil
air (water yield) serta juga mempengaruhi kualitas air dilahan tersebut.
Terjadinya kebakaran hutan (forest logging), perubahan jenis vegetasi, ladang
berpindah atau perubahan tata guna lahan hutan menjadi lahan pertanian atau
sebagainya, dikhawatirkan dapat mempengaruhi penyebaran curah hujan dan
perubahan iklim mikri (setempat).
Vegetasi yang
keragaman hayatinya cukup tingi dalam ekosistem DAS merupakan salah satu
instrument yang mendukung kestabilan ekosistem terutama untuk melindungi
permukaan tanah dari ancaman erosi yang berdampak terhadap proses sedimentasi
dan longsor. Peran ekologi tersebut lebih efektif diperankan oleh jenis
vegetasi hutan, sehingga keberadaan vegetasi hutan di daerah hulu, tengah dan
hilir DAS menjadi prasyarat penentu kelestarian ekosistemnya. Ekosistem hulu
DAS memiliki komposisi dan tingkatan vegetasi yang cukup tinggi sehingga
memiliki kemampuan yang lebih baik dalam menunjang fungsi lindung dan tangkapan
airnya.
Pada umumnya
persoalan yang terjadi dalam sumber daya air berkaitan dengan waktu dan
penyebaran aliran air sebagai akibat dari perubahan kondisi tata guna lahan dan
faktor meteorology yaitu curah hujan. Peranan vegetasi dalam DAS berpengaruh
terhadap arah sirkulasi air dalam suatu ekosistem hutan, kerapatan penutupan
tanaman baik pada lokasi cagar alam maupun pada daerah perkebunan masyarakat
mampu mempertahankan kelembaban udara, selanjutnya menurunkan energi panas
sehingga mengurangi hilangnya air melalui proses evaporasi dari permukaan
tanah.
Beberapa
pengelolaan DAS memandang bahwa hutan nerupakan pengatur aliran air (stream
flow regulator) yaitu hutan dapat menyimpan air selama musim hujan dan
melepaskannya pada musim kemarau. Hubungan timbal balik antara vegetasi hutan
dan ketersediaan sumberdaya air pada satuan ekosistem DAS sangat berpengaruh
nyata, sehingga kelestarian hutan dan komponen lingkungan disekitar daerah DAS
menjadi indikasi kelestarian lingkungan yang dihasilkan, salah satunya
sumberdaya air.
Kehadiran vegetasi
yang dikembangkan terutama jenis yang evapotranspirasinya rendah memiliki
kontribusi dalam membantu persediaan air tanah, terutama efek spons (sponge
effect) yang menyerap dan menahan air hujan sehingga lebih lambat dan merata,
mengurangi kecenderungan banjir pada musim hujan lebat serta melepaskan air
secara terus menerus pada musim kemarau sehingga mampu menjaga kestabilan debit
air di daerah hilir dan tentunya berdampak terhadap proses produksi dari
berbagai industri di hilir.
Dalam rangka
mendukung fungsi DAS terhadap kelestarian tata air, maka program pembangunan
ekosistem hutan atau komunitas pepohonan yang berpegaruh baik terhadap tata air
dan lingkungan merupakan salah alternatif yang ditempuh. Berbagai pola
pendekatan yang mengarah pada kesinambungan pelestarian tata air dilakukan
melalui macam bentuk pengelolaan dan penyelamatan ekosistem DAS seperti
kegiatan reboisasi, penghijauan, hutan rakyat maupun pengembangan teknologi
tradisional yang di miliki oleh masyarakat seperti terasering, dll.
Pengelolaan
vegetasi dalam rangka pengelolaan ekosistem DAS diarahkan untuk tercapainya
kondisi ekosistem hulu yang sehat dan lestari melalui terpeliharanya vegetasi
sebagai komponen pendukung tata air. Perlu dipahami bahwa kerusakan daerah hulu
tidak saja berdampak sektoral seperti pertanian dan kehutanan, tetapi dampak
multidimensi bagi keberlangsungan proses-proses pembangunan yang berkaitan
dengan sumberdaya air, seperti sektor industri, pariwisata dan kebutuhan
domestik.
KUALITAS AIR
Apabila kita berbicara
mengenai fungsi DAS yang berkaitan dengan kualitas air, seringkali yang menjadi
topik hangat adalah masalah erosi dan sedimentasi partikel tanah. Padahal,
secara ekologis kerusakan kualitas air yang utama berkaitan erat dengan
pencemaran karena unsur hara, pestisida, dan bahan-bahan organik yang
mengurangi ketersediaan oksigen di air. Unsur-unsur yang dapat mencemari air
antara lain unsur hara, logam berat seperti merkuri (Hg) yang biasanya
digunakan dalam penambangan emas, arsenik (As) yang bersumber dari tanah dan
terlarut dalam air tanah, kemudian bergerak dari sumber-sumber air tanah),
bahan organik yang dapat terurai pada aliran air serta bahan-bahan biologi
aktif (pestisida, obat obatan). Untuk mengetahui ada tidaknya bahan pencemar di
aliran sungai/danau, diperlukan pengukuran khusus dan penelusuran yang rinci
jenis dan asal sumber pencemaran tersebut. Sebenarnya mencegah pencemaran
sebelum terjadi jauh lebih baik daripada melakukan penanggulangan setelah ada
kejadian. Namun, pengambil kebijakan biasanya membutuhkan bukti nyata sebelum
mereka tergerak hatinya dan terbuka matanya akan adanya resiko pencemaran.
Untuk dapat melihat terjadinya pencemaran secara nyata, dibutuhkan waktu yang
lama dan sangat tergantung pada curah hujan, kondisi hidrologi dan seberapa
baik 'filter' alami yang ada di DAS. Sayangnya, apabila pencemaran sungai telah
terlihat dengan jelas, maka akan dibutuhkan waktu yang lebih lama lagi untuk
mengatasinya.