Selasa, 19 Desember 2017

DASAR-DASAR PEMODELAN AIR TANAH

DASAR-DASAR PEMODELAN AIR TANAH
Husam Baalousha
Dewan Regional Hawke's Bay, Tas Pribadi 6006, Napier, Selandia Baru



Abstrak
Pemodelan Air Tanah adalah alat yang efisien untuk pengelolaan dan remediasi air tanah. Model adalah penyederhanaan realitas untuk menyelidiki fenomena tertentu atau untuk memprediksi perilaku masa depan. Tantangannya adalah untuk menyederhanakan kenyataan dengan cara yang tidak mempengaruhi keakuratan dan kemampuan keluaran model untuk memenuhi tujuan yang diharapkan.
Meskipun efisiensinya, model bisa rumit dan menghasilkan hasil yang salah jika tidak dirancang dan ditafsirkan dengan benar. Terlepas dari jenis model yang digunakan, urutan yang serupa harus diikuti dalam pemodelan. Untuk membantu memilih model yang tepat, tujuan pemodelan harus jelas dan teridentifikasi dengan baik.
Jika model konseptual tidak dirancang dengan benar, semua proses pemodelan akan membuang waktu dan tenaga. Untuk membangun model konseptual yang tepat, data hidrogeologi harus memadai dan dapat diandalkan. Kalibrasi dan verifikasi adalah langkah terakhir dalam pemodelan sebelum menulis laporan model akhir.
Artikel ini membahas metodologi stepwise pemodelan air tanah dengan penjelasan setiap langkah. Ini berisi deskripsi singkat tentang berbagai jenis model dan berbagai jenis solusi. Selain itu, kesulitan khusus dan kesalahan umum dalam pemodelan telah dibahas.



  1. Pendahuluan

Pemodelan air tanah adalah cara untuk merepresentasikan sebuah sistem dalam bentuk lain untuk menyelidiki respon sistem dalam kondisi tertentu, atau untuk memprediksi perilaku sistem di masa depan. Pemodelan air tanah adalah alat yang ampuh untuk pengelolaan sumber daya air, perlindungan air tanah dan remediasi. Pengambil keputusan menggunakan model untuk memprediksi perilaku sistem air tanah sebelum pelaksanaan proyek atau untuk menerapkan skema remediasi. Jelas, ini adalah solusi sederhana dan murah dibandingkan dengan pendirian proyek pada kenyataannya.
Menurut definisi, model menyederhanakan kenyataan, dan karenanya tidak sempurna. Ahli statistik terkenal George Box menegaskan, "semua model salah, tapi ada juga yang berguna" (Box and Draper 1987). Penerapan model dan penggunaannya bergantung pada tujuan model tersebut. Meskipun tidak sempurna, model sangat berguna dalam hidrogeologi. Ini adalah tantangan bagi pemodel untuk mewakili masalah kata sebenarnya dalam bentuk yang disederhanakan tanpa mengorbankan keakuratan atau membuat asumsi yang tidak benar. Pemodel mencoba mendapatkan representasi terbaik dari kenyataan dengan mengumpulkan data sebanyak mungkin dan memberi makan model dengan data baru. Model air tanah dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori: fisik, analog atau matematis. Solusi model matematis bisa berupa analisis atau numerik. 
Metode analisis tidak memerlukan banyak data, namun aplikasi mereka terbatas pada masalah sederhana. Solusi numerik dapat menangani masalah yang lebih rumit daripada solusi analitis. Dengan pesatnya perkembangan prosesor komputer dan meningkatnya kecepatan, pemodelan numerik menjadi lebih efektif dan mudah digunakan.
Pendekatan pemodelan numerik yang paling umum digunakan adalah metode "beda hingga" dan metode "elemen hingga". Setiap metode memiliki kelebihan dan keterbatasan. Bergantung pada masalah perhatian dan tujuan pemodelan, pendekatan pemodelan yang tepat dapat dipilih. Metode beda hingga dapat menghasilkan hasil yang berbeda hingga metode elemen hingga jika masalah yang dikhawatirkan rumit. Pendekatan pemodelan bukanlah satu-satunya faktor yang mempengaruhi hasil model. Faktor lain seperti kondisi batas, kondisi awal, diskritisasi waktu dan ruang, dan kualitas data mempengaruhi hasilnya.
Bab ini menguraikan metodologi pemodelan airtanah bertahap, perbedaan antara pendekatan pemodelan dan kesulitan mengiringi pemodelan air tanah. Kesalahan umum dalam pemodelan air tanah juga dibahas.

2. Pendekatan Pemodelan


Model Air Tanah bisa sederhana, seperti solusi analitik satu dimensi atau model spreadsheet (Olsthoorn, 1985), atau model tiga dimensi yang sangat canggih. Selalu disarankan untuk memulai dengan model sederhana, asalkan konsep model memenuhi tujuan pemodelan, dan kemudian kompleksitas model dapat ditingkatkan (Hill 2006). Terlepas dari kompleksitas model yang digunakan, pengembangan modelnya sama.
Metodologi stepwise pemodelan air tanah ditunjukkan pada Gambar 1. Langkah pertama dalam pemodelan adalah identifikasi tujuan model. Pengumpulan dan pengolahan data merupakan isu utama dalam proses pemodelan. Langkah yang paling penting dan mendasar dalam pemodelan, bagaimanapun, adalah model konseptualisasi. Kalibrasi, verifikasi dan analisis sensitivitas dapat dilakukan setelah model selesai dan tahap pertama. Bagian berikut menjelaskan secara rinci setiap langkah dalam pemodelan air tanah.
Gambar1. Tahapan metodologi pemodelan air tanah.
2.1    Tujuan Pemodelan
Model air tanah biasanya digunakan untuk mendukung keputusan manajemen mengenai kuantitas atau kualitas air tanah. Bergantung pada tujuan pemodelan, luas model, pendekatan dan tipe model dapat bervariasi.
Model air tanah bisa bersifat interpretif, prediktif atau generik. Model interpretasi digunakan untuk mempelajari kasus tertentu dan menganalisis aliran airtanah atau transportasi kontaminan. Model prediktif digunakan untuk melihat perubahan konsentrasi air tanah atau konsentrasi zat terlarut di masa depan. Model generik digunakan untuk menganalisis berbagai skenario pengelolaan sumber daya air atau skema remediasi.
Tujuan pemodelan air tanah dapat dicantumkan sebagai berikut:
1.    Prediksi aliran airtanah dan kepala air tanah secara temporal dan spasial.
2.    Investigasi efek abstraksi air tanah pada sumur pada rezim aliran dan memprediksi hasil penarikan.
3.    Investigasi efek aktivitas manusia (mis., Debit air limbah, pertanian kegiatan, landfill) terhadap kualitas air tanah.
4.    Analisis skenario pengelolaan yang berbeda pada sistem airtanah, kuantitatif dan kualitatif.
Bergantung pada tujuan studi dan hasil yang diinginkan, pemilihan pendekatan model dan persyaratan data dapat dibuat agar sesuai dengan bidang studi dan tujuannya. Misalnya, jika tujuannya adalah penilaian aliran airtanah regional, maka model kasar dapat memenuhi tujuan ini, namun jika area penelitiannya kecil maka model grid halus dengan datadensitas tinggi harus digunakan.

3.    Model konseptual
Model konseptual adalah representasi deskriptif dari sistem air tanah yang menggabungkan interpretasi kondisi geologi dan hidrologi. Informasi tentang neraca air juga termasuk dalam model konseptual. Ini adalah bagian terpenting dari pemodelan air tanah dan ini adalah langkah selanjutnya dalam pemodelan setelah identifikasi tujuan.
Membangun model konseptual memerlukan informasi yang baik mengenai geologi, hidrologi, kondisi batas, dan parameter hidrolik. Model konseptual yang baik harus menggambarkan realitas dengan cara sederhana yang memenuhi tujuan pemodelan dan persyaratan manajemen (Bear and Verruijt 1987). Ini harus merangkum pemahaman kita tentang aliran air atau transportasi kontaminan dalam hal pemodelan kualitas air tanah. Isu utama yang harus dipahami oleh model konseptual adalah:
1.    Geometri Aquifer dan model domain
2.    Kondisi batas
3.    Parameter Aquifer seperti konduktivitas hidrolik, porositas, storativitas, dan lain – lain
4.    Mengisi ulang air tanah
5.    Identifikasi sumber dan sink

A.      Keseimbangan air
Begitu model konseptual dibangun, model matematis bisa disiapkan. Model matematis mewakili model konseptual dan asumsi yang dibuat dalam bentuk persamaan matematis yang dapat dipecahkan baik secara analitik maupun numerik.
3.1    Masalah Nilai Batas
Model matematis semuanya didasarkan pada prinsip keseimbangan air. Menggabungkan persamaan keseimbangan massa dan Hukum Darcy menghasilkan persamaan pemerintahan untuk aliran air tanah. Persamaan umum yang mengatur aliran mantap air tiga dimensi dalam media isotropik dan homogen adalah:
Dimana h adalah kepala air tanah. Persamaan ini juga disebut persamaan Laplace dan memiliki banyak aplikasi dalam fisika dan hidromekanik. Memecahkan Persamaan (1) membutuhkan pengetahuan tentang kondisi batas untuk mendapatkan solusi yang unik. Untuk alasan ini, Persamaan (1) disebut masalah nilai batas. Jadi kondisi batas menggambarkan daerah atau domain dimana nilai batas masalah valid.

3.2    Kondisi batas
Identifikasi kondisi batas merupakan langkah awal dalam model konseptualisasi. Pemecahan persamaan aliran air tanah (persamaan diferensial parsial) memerlukan identifikasi kondisi batas untuk memberikan solusi yang unik. Identifikasi kondisi batas yang tidak tepat akan mempengaruhi solusinya dan dapat mengakibatkan keluaran yang benar-benar salah. Kondisi batas dapat dikelompokkan menjadi tiga tipe utama:
1.    Kepala yang ditentukan (juga disebut Dirichlet atau batas tipe I). Hal ini dapat dinyatakan dalam bentuk matematika sebagai: h (x, y, z, t) = konstan
2.    Aliran yang ditentukan (juga disebut batas Neumann atau tipe II). Dalam bentuk matematisnya adalah: Ñh (x, y, z, t) = konstan
3.    Aliran tergantung kepala (disebut juga Cauchy atau tipe III batas). Matematika nya  Bentuknya adalah: Ñh (x, y, z, t) + a * h = konstanta (di mana "a" adalah konstanta).

Selain jenis yang disebutkan di atas ada sub-jenis batas lainnya. Ini akan dijelaskan nanti. Dalam masalah aliran air tanah, kondisi batas tidak hanya merupakan kendala matematis, namun juga mewakili sumber dan tenggelam di dalam sistem (Reilly and Harbaugh 2004). Pemilihan kondisi batas sangat penting untuk pengembangan model yang akurat (Franke et al 1987).

Sebaiknya gunakan batas fisik bila memungkinkan (mis., Batas tak berawak, danau, sungai) sebagai batasan model karena dapat segera diidentifikasi dan dikonseptualisasikan. Perhatian harus diberikan saat mengidentifikasi batas alam. Misalnya membagi air tanah adalah batas hidrolik dan bisa bergeser posisi saat kondisi berubah di lapangan. Jika kontur meja air digunakan untuk menetapkan kondisi batas dalam model transien, secara umum lebih baik menentukan fluks daripada kepala. Dalam simulasi transien, jika efek sementara (misalnya pemompaan) meluas ke batas, kepala yang ditentukan bertindak sebagai sumber air yang tak terbatas, fluks yang ditentukan membatasi jumlah air yang tersedia. Jika sistem air tanah sangat ditekankan, kondisi batas bisa berubah seiring berjalannya waktu. Untuk alasan ini, kondisi batas harus terus diperiksa selama simulasi.
3.3    Contoh Batasan Berbeda
Reilly (2001) telah mensurvei berbagai jenis fitur fisik dan representasi matematika setara mereka. Gambar 2 menunjukkan jenis batas yang berbeda. Batas-batas yang berbeda ini secara singkat digambarkan sebagai berikut:
Batas kepala konstan: Ini adalah kasus khusus dari batas kepala tertentu, yang terjadi dimana bagian dari permukaan batas akuifer bertepatan dengan permukaan kepala konstan konstan (Franke et al 1987). Batas kepala konstan berasumsi bahwa kepala konstan sepanjang waktu. Garis ABC dan EFG pada Gambar 2 adalah contoh batas kepala konstan, dimana bagian akifer terjadi di bawah reservoir.
Batas kepala yang ditentukan: Ini adalah bentuk umum dari batas kepala konstan. Hal ini terjadi ketika kepala dapat ditentukan sebagai fungsi waktu dan lokasi. Sungai dan sungai, yang berada dalam hubungan hidrolik dengan akuifer, adalah contoh batas kepala yang ditentukan.
Tidak ada batas aliran: Ini adalah kasus khusus dari batas fluks yang ditentukan. Hal ini terjadi pada garis normal untuk merampingkan (yaitu normal ke arah aliran). Kasus ini biasanya terjadi dimana media kedap air ada. Garis HI pada Gambar 2 mewakili batas tanpa aliran. Pembagian air dapat digunakan sebagai batas tanpa aliran tapi dengan hati-hati, karena posisi air dapat berpindah seiring waktu akibat tekanan pada akuifer.
Batasan fluks yang ditentukan: Ini adalah kasus umum dari batas tanpa aliran. Hal ini terjadi bila arus melintasi batas dapat ditentukan dalam waktu dan lokasi. Contoh batas fluks yang ditentukan adalah mengisi ulang di atas meja air dalam aquifer freatik. CD garis pada Gambar 2 adalah batas fluks yang ditentukan.
 Batas fluks yang bergantung pada kepala: Hal ini terjadi bila fluks melintasi batas bergantung pada kepala yang berdekatan dengan batas tersebut. Iifer semi-terbatas, dimana kepala air bergantung pada fluks melalui lapisan semi-confining, adalah contoh dari jenis batas ini. Hal ini dapat ditunjukkan dengan garis ABC dan EFG pada Gambar 2.
Batas permukaan bebas: Meja air dan antarmuka air tawar-garam di akuifer pesisir adalah contoh batas permukaan bebas. CD garis pada Gambar 2 mewakili batas permukaan bebas. Tekanan kepala pada batas permukaan bebas selalu nol dan total kepala sama dengan elevasi kepala.
Batas muka rembesan: Hal ini terjadi pada batas antara aliran jenuh dan atmosfer. Wajah bendungan landfill, seperti yang ditunjukkan oleh garis DE pada Gambar 2 adalah contoh batas muka rembesan.

Gambar 2. Berbagai jenis batas.

Kotak 2: Penjelasan kondisi batas
1)   Selalu gunakan batas alam bila memungkinkan.
2)   Kondisi batas selalu mempengaruhi solusi steady state namun tidak mempengaruhi solusi transien.
3)   Solusi steady state dengan semua kondisi batas fluks yang ditentukan (termasuk no aliran) tanpa batasan internal kepala atau kepala yang ditentukan mungkin tidak konvergen atau mungkin tidak memberikan solusi yang unik.
4)   Batas kepala yang ditentukan berfungsi sebagai sumber atau wastafel tak terbatas.
5)   Pembagian air harus digunakan sebagai batas tanpa aliran dengan hati-hati.
4.    Jenis Model
Ada berbagai jenis model untuk mensimulasikan gerakan air tanah dan transportasi kontaminan. Secara umum, model dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori: model fisik, analog dan matematis. Jenis yang terakhir dapat diklasifikasikan lebih lanjut tergantung pada jenis solusinya.
4.1    Model Fisik
Model fisik (misalnya tangki pasir) bergantung pada model bangunan di laboratorium untuk mempelajari masalah spesifik aliran air tanah atau transportasi kontaminan. Model ini dapat menunjukkan fenomena hidrogeologis yang berbeda seperti kerucut depresi atau aliran artesis. Selain mengalir, gerakan kontaminan bisa diselidiki melalui model fisik. Meski berguna dan mudah dipasang, model fisik tidak bisa menangani masalah nyata yang rumit.
4.2    Model Analog
Persamaan yang menggambarkan aliran air tanah dalam media berpori homogen isotropik disebut Persamaan Laplace (Persamaan (1)). Persamaan ini sangat umum terjadi pada banyak aplikasi dalam matematika fisik seperti aliran panas, dan listrik. Oleh karena itu, perbandingan antara aliran airtanah dan bidang lainnya dimana persamaan Laplace valid, dimungkinkan. Model analog yang paling terkenal adalah aliran listrik.
Analogi listrik didasarkan pada kesamaan antara hukum aliran listrik Ohm dan hukum gerakan air tanah Darcy. Seperti arus listrik yang bergerak dari tegangan tinggi ke tegangan rendah, begitu pula air tanah, yang bergerak dari kepala tinggi ke kepala bawah. Model analog sederhana dapat dengan mudah diatur untuk mempelajari pergerakan aliran air tanah. Informasi lebih rinci mengenai model analog tersedia (Verruijt, 1970, Anderson dan Woessner, 1992, Strack 1989; Fetter 2001).
4.3    Model matematika
Model matematika didasarkan pada konseptualisasi sistem air tanah ke dalam satu himpunan persamaan. Persamaan ini diformulasikan berdasarkan kondisi batas, kondisi awal, dan sifat fisik akuifer. Model matematis memungkinkan manipulasi model kompleks yang mudah dan cepat. Begitu model matematis disetel, persamaan yang dihasilkan dapat dipecahkan secara analitis, jika modelnya sederhana, atau numerik.
5.    Jenis Solusi Model
Seperti dibahas di bagian sebelumnya, model matematis dapat dipecahkan baik secara analitik maupun numerik. Beberapa pendekatan menggunakan campuran solusi analitik dan numerik. Bagian berikut membahas secara singkat jenis solusi utama yang digunakan dalam pemodelan air tanah.
6.    Kalibrasi Model
Setelah model pertama, hasil model mungkin berbeda dari pengukuran lapangan. Hal ini diharapkan karena pemodelan hanyalah penyederhanaan dari kenyataan dan perkiraan dan kesalahan komputasi yang tak terelakkan. Proses kalibrasi model ditujukan untuk menyempurnakan hasil model agar sesuai dengan pengukuran di lapangan.
Dalam model aliran air tanah, kepala air tanah yang dihasilkan dipaksa untuk mencocokkan kepala dengan titik terukur. Proses ini memerlukan perubahan parameter model (yaitu konduktivitas hidrolik atau pengisian air tanah) untuk mencapai kecocokan terbaik. Proses kalibrasi penting untuk membuat model prediktif dan juga dapat digunakan untuk pemodelan invers. Untuk menggambarkan proses kalibrasi model aliran air tanah, perhatikan pengukuran kepala air tanah (hob) i pada titik pengamatan i. Kepala simulasi pada titik yang sama adalah (hsim) i. Root mean square error dari residual diberikan oleh:

Kalibrasi melibatkan proses optimasi untuk meminimalkan RMSE yang diberikan dalam Persamaan (11). Untuk mendapatkan model yang telah dikalibrasi dengan baik, karakterisasi situs yang tepat dan data yang cukup diperlukan. Jika tidak, model yang dikalibrasi hanya akan berlaku untuk sekumpulan kondisi dan bukan untuk kondisi apapun. Kalibrasi bisa dilakukan secara manual atau otomatis. Perangkat lunak seperti PEST (Doherty et al 1994) dan UCODE (Poeter and Hill 1994) dapat digunakan untuk kalibrasi otomatis.
7.    Verifikasi dan Validasi Model 
Istilah "validasi" tidak sepenuhnya benar bila digunakan dalam pemodelan air tanah. Oreskes dkk. Al. (1994) menegaskan bahwa tidak mungkin memvalidasi model numerik karena pemodelan hanyalah perkiraan dari kenyataan. Verifikasi dan validasi model adalah langkah selanjutnya setelah kalibrasi.
Tujuan validasi model adalah untuk memeriksa apakah model yang dikalibrasi bekerja dengan baik pada dataset manapun. Karena proses kalibrasi melibatkan perubahan parameter yang berbeda (i. Konduktivitas hidrolik, pengisian ulang, laju pemompaan, dll.) Set nilai yang berbeda untuk parameter ini dapat menghasilkan solusi yang sama. Reilly dan Harbaugh (2004) menyimpulkan bahwa kalibrasi yang baik tidak menghasilkan prediksi yang baik. Proses validasi menentukan apakah model yang dihasilkan berlaku untuk dataset manapun. Modelling biasanya membagi data pengukuran yang ada menjadi dua kelompok; satu untuk kalibrasi dan yang lainnya untuk validasi.
8.    Analisis Sensitivitas
Analisis sensitivitas penting untuk kalibrasi, optimasi, penilaian risiko dan pengumpulan data. Dalam model air tanah regional, ada sejumlah besar parameter yang tidak pasti. Mengatasi ketidakpastian ini memakan waktu dan membutuhkan banyak usaha.
Analisis sensitivitas menunjukkan parameter atau parameter mana yang memiliki pengaruh lebih besar terhadap output. Parameter dengan pengaruh tinggi pada keluaran model harus mendapat perhatian paling besar dalam proses kalibrasi dan pengumpulan data. Selain itu, desain lokasi sampling, dan analisis sensitivitas dapat digunakan untuk mengatasi masalah optimasi.
Metode analisis sensitivitas yang paling umum adalah penggunaan pendekatan beda hingga untuk memperkirakan tingkat perubahan model output sebagai hasil perubahan pada parameter tertentu. Paket Estimasi Parameter "PEST" menggunakan metode ini (Doherty et al 1994). Beberapa metode analisis sensitivitas lain yang lebih efisien telah digunakan. Diferensiasi otomatis telah digunakan untuk analisis sensitivitas pada model air tanah dan menghasilkan output yang tepat dibandingkan dengan perkiraan beda hingga (Baalousha 2007).

9.    Analisis Ketidakpastian
Ketidakpastian dalam pemodelan airtanah tak terhindarkan karena sejumlah alasan. Salah satu sumber ketidakpastian adalah heterogenitas akifer. Data lapangan memiliki ketidakpastian. Pemodelan matematika menyiratkan banyak asumsi dan estimasi, yang meningkatkan ketidakpastian keluaran model (Baalousha dan Köngeter 2006).
Ada beberapa pendekatan yang berbeda untuk memasukkan ketidakpastian dalam pemodelan air tanah. Pendekatan yang paling terkenal adalah pemodelan stokastik dengan menggunakan metode Monte Carlo atau Quasi Monte Carlo (Kunstmanna dan Kastensb. 2006: Liou, T. dan Der Yeh, H. 1997). Masalah dengan model stokastik adalah bahwa mereka memerlukan banyak perhitungan, dan karena itu memakan waktu lama. Beberapa modifikasi telah dilakukan pada model stokastik agar lebih deterministik, yang mengurangi persyaratan komputasi dan waktu. Latin Hypercube Sampling adalah bentuk modifikasi Simulasi Monte Carlo, yang sangat mengurangi persyaratan waktu (Zhang dan Pinder 2003).
10.    Kesalahan Umum dalam Pemodelan
Kesalahan utama dalam pemodelan adalah konseptualisasi. Jika model konseptual tidak benar, output model akan salah terlepas dari akurasi data dan pendekatan pemodelan. Model matematis yang baik tidak akan membangkitkan model konseptual yang salah (Zheng dan Bennet, 2002).
Dalam semua model, perlu untuk mengidentifikasi elevasi referensi tertentu untuk semua kepala sehingga algoritma model dapat bertemu dengan solusi unik (Franke et al., 1987). Kondisi batas harus ditangani dengan hati-hati, terutama dalam simulasi steady state. Terkadang kondisi batas berubah selama simulasi dan menjadi tidak valid.
Model dengan kondisi batas hidrolik akan menjadi tidak valid jika tekanan di dalam atau di luar domain model menyebabkan batas hidrolik bergeser atau berubah. Oleh karena itu, kondisi batas harus dipantau setiap saat untuk memastikannya valid.
Parameterisasi model adalah kesalahan umum dalam pemodelan. Nilai teoritis sifat hidrolik atau pengisian air tanah tidak boleh menggantikan data lapangan dan investigasi lapangan. Asumsi seperti isotropi dan homogenitas tidak boleh digunakan tanpa dukungan dari investigasi lapangan.
Pemilihan kode model penting untuk mendapatkan solusi yang baik. Kode yang berbeda melibatkan pengaturan matematika yang berbeda yang sesuai dengan masalah tertentu. Kode yang dipilih harus mempertimbangkan karakteristik area yang diminati dan tujuan pemodelan.
Model dapat dikalibrasi dengan baik dan sesuai dengan nilai yang terukur, namun memiliki keseimbangan massa yang salah. Ini bisa jadi akibat dari model konseptual yang tidak benar.










Referensi :
Anderson, M. and Woessner, W. (1992) Applied groundwater modeling. Elsevier. 381p.
Baalousha, H. (2007) Application of Automatic Differentiation in Groundwater Sensitivity Analysis. In Oxley, L. and Kulasiri, D. (eds) MODSIM 2007 International Congress on Modelling and Simulation. Modelling and Simulation Society of Australia and New Zealand, December 2007, pp. 2728-2733. ISBN : 978-0-9758400-4-7.
Baalousha, H and Köngeter, J. (2006) Stochastic modelling and risk analysis of groundwater pollution using FORM coupled with automatic differentiation.Advances in Water Resources,. 29(12): 1815-1832
Bear, J. (1979) Hydraulics of Groundwater. McGraw-Hill, New York.. 567p
Bear, J. and Verruijt, A. (1987) Modeling Groundwater Flow and Pollution. Springer, 432p.
Box, G. and Draper, N. (1987) Empirical Model-Building and Response Surfaces, 669p.,Wiley.
Cirpka, O. 1999 Numerical methods of groundwater flow and transport. Technical report. Stanford University, Department of Civil and Environmental Engineering.
Doherty, J., Brebber, L. and Whyte, P. (1994) PEST - Model-independent parameterestimation. User’s manual. Watermark Computing. Australia
Fetter, C.W. (2001) Applied Hydrogeology. Prentice Hall. 4th ed.
Franke, O.L., Reilly, T.E. and Bennett, G.D., (1987) Definition of boundary and initial conditions in the analysis of saturated ground-water flow systems – An introduction: Techniques of Water-Resources Investigations of the United States Geological Survey, Book 3, Chapter B5, 15 p
Harbaugh, A. and McDonald, M. (1996) User's documentation for MODFLOW-96, an update to the U.S. Geological Survey modular finite-difference ground-water flow model: U.S. Geological Survey Open-File Report 96-485, 56 p.
Hill, Mary. (2006) The practical use of simplicity in developing groundwater models.Ground water Journal, 44(6): 775-781.
Kunstmanna, H. and Kastensb, M. (2006) Direct propagation of probability density functions in hydrological equations. Journal of Hydrology , 325(1-4): 82-95
Lin, Hsin-Chi J. , Richards, David R. ; Yeh, Gour-Tsyh , Cheng, Jing-Ru and Cheng, Hwai- Ping (1997) FEMWATER: A Three-Dimensional Finite Element Computer Model for Simulating Density-Dependent Flow and Transport in Variably Saturated Media. Army Engineer Waterways experiment station vicksburg ms coastal hydraulics lab.
Liou, T. and Der Yeh, H. (1997) Conditional expectation for evaluation of risk groundwater flow and solute transport: one-dimensional analysis. Journal of Hydrology, 199(3-4): 378-402
Olsthoorn, T. (1985) the power of the electronic worksheet- modelling without special programs. Ground Water Journal, 23: 381-390
Oreskes, N., Shrader-Frechette, K. and Belitz, K. (1994) Verification, Validation, and Confirmation of Numerical Models in the Earth Sciences. Science, 263(5147): 641-646.
Pinder, G. and Gray, W. (1970) Finite element simulation in surface and subsurfacehydrology. Academic Press Inc. 295p.
Poeter, EP. and Hill, MC. (1998) Documentation of UCODE, a computer code for universal inverse modeling, U.S. Geological Survey, Water-Resources Investigations Report 98-4080
Reddy, J. (2006) An Introduction to the finite element method. McGraw-Hill.912p.
Reilly, T. (2001) System and Boundary conceptualization in ground-water flow simulation. Techniques of water resources investigations of the U.S. Geological Survey. Book 3, Applications of Hydraulics. Chapter B8. Department of Interior,. U.S. Geological Survey.
Reilly, T. and Harbaugh, A. (2004) Guidelines for evaluating Ground-Water flow. Scientific Investigations Report 2004-5038. U.S. Department of Interior,. U.S. Geological Survey.
Strack, ODL. (1989) Groundwater Mechanics. National Water Well Association, Dublin, Ohio. 732p
Theis, CV. (1941) The effect of a well on the flow of a nearby stream. American Geophysical Union Transactions 22 (3): 734-738
Torak, L.J. (1993) A MODular Finite-Element model (MODFE) for areal and axisymmetric ground-water-flow problems, part 1--model description and user's manual: U.S. Geological Survey Techniques of Water-Resources Investigations, book 6, chap. A3.
Toth, J. (1962) A theory of groundwater motion in small drainage basins in central Alberta: Journal of Geophysical Research, 67(11): 4375-4387.
Verruijt, A. (1970) Theory of groundwater flow. Macmillan and Co. LTD 190p.
Walton, W. (1989) Analytical Ground Water Modeling. Lewis Publishers, Chelsea, Michigan.
Wasy GmbH. (2005) Feflow: finite element subsurface flow and transport simulation system. Reference Manual. Wasy GmbH, Berlin.
Zhang, Y. and Pinder, G. (2003) Latin Hypercube lattice sampling selection strategy for correlated random hydraulic conductivity fields. Water Resources Research 39(8) doi:11- 1/11-3.
Zheng, C., and Bennett, G. (2002) Applied Contaminant Transport Modeling. Wiley InterScience: New York, NY. 2nd ed. 621 p.

Minggu, 18 Desember 2016



HIDROGEOLOGI DAS
BENTANG ALAM SUNGAI
Sungai merupakan salah satu bentang alam yang ada di permukaan bumi. Bentang alam dapat didefinisikan sebagai kenampakan yang terbentuk karena proses-proses alami dan tanpa campur tangan manusia di dalamnya. Menurut UU No. 35 Tahun 1991, Sungai diartikan sebagai suatu tempat atau wadah serta jaringan pengaliran air mulai dari mata air hingga muara dengan dibatasi kiri dan kanannya serta sepanjang pengalirannya oleh garis sempadan. 
Karakteristik sungai dari hulu ke hilir tidaklah sama karena dipengaruhi berbagai faktor alami. Untuk mempermudah memahami karakteristik bentang alam sungai dari hulu ke hilir maka sungai terbagi atas Sungai Bagian Atas, Sungai Bagian Tengah dan Sungai Bagian Bawah. 
1.    Singai Bagian Atas
Sungai bermula dari atas atau hulu yang dapat bermula dari sebuah mata air. Kumpulan aliran-aliran mata air tersebut bergabung dan membentuk sungai di bagan tertentu. Sungai di bagian atas akan memiliki kecepatan air yang sangat deras/tinggi karena dipengaruhi oleh gravitasi dan kemiringan lereng yang curam. Sungai di bagian atas memiliki tebing yang sempit, terjal dan berbentuk V. Erosi di sungai bagian atas cenderung mengarah vertikal dan kadang banyak dijumpai air terjun dan riam. Batu-batu besar juga banyak dijumpai di aliran sungai bagian atas.

Sungai bagian atas.

2.    Sungai Bagian Tengah
Pada sungai bagian tengah tubuh sungai akan mulai melebar karena gradien lereng yang mulai landai dan berbagai percabangan anak sungai akan saling bertemu. Erosi sungai pada bagian ini dominan oleh erosi lateral (U) yang mengakibatkan sungai semakin melebar. Meander mulai terbentuk dan endapan-endapan pasir  (slip of slope) mulai banyak mengendap di kelokan sungai.

Sungai bagian tengah.
3.    Sungai Bagian Bawah
Pada bagian ini, sungai sudah melebar relatif luas dan alirannya melambat karena gradien lereng yang lemah sehingga banyak terjadi pengendapan. Bila banjir sungai terjadi maka endapan lumpur sungai akan mengendap ke seluruh lembah bagian kiri dan kanan membentuk sebuah tanggul alam. Danau Tapal Kuda atau Oxbow Lake juga banyak terbentuk di wilayah sungai bagian bawah disebabkan oleh meader yang terpotong oleh erosi sungai.

Sungai bagian bawah.


KARAKTERISTIK FISIK SUNGAI
1.      Karakteristik Sungai Bagian Hulu
  • merupakan awal dari aliran sungai (mata air)
  • debit air relatif kecil dan dipengaruhi curah hujan
  • kondisi dasar sungai berbatu
  • sering ditemui air terjun dan jeram
  • erosi sungai mengarah ke dasar sungai (vertikal)
  • aliran air mengalir di atas batuan induk
  • aliran sungai mengerosi batuan induk
  • aliran sungai cenderung lurus
  • tidak pernah terjadi banjir
  • kualitas air masih baik
2.      Karakteristik Sungai Bagian Tengah
  • merupakan lanjutan dari hulu sungai
  • lembah sungai berbentuk huruf U
  • aliran air tidak terlalu deras
  • proses erosi sudah tidak dominan
  • proses proses transportasi hasil erosi dari hulu
3.      Karakteristik Sungai Bagian Hilir
  • merupakan bagian akhir sungai menuju laut
  • lembah sungai berbentuk huruf U
  • aliran air permanen
  • terdapat pengendapan di dalam alur sungai
  • sering terjadi banjir
  • terdapat daerah dataran banjir
  • aliran sungai berkelok-kelok membentuk meander
  • terdapat danau tapal kuda (oxbow lake)
  • erosi sungai ke arah sampinh (lateral)
  • badan sungai melebar
KARAKTERISTIK KIMIA SUNGAI
a.       pH
Menunjukkan tingkat keasaman air yang dapat ditunjukkan dengan kertas indikator atau kertas lakmus (Gambar 2). Skala pH berkisar antara 0-14, dengan kisaran sebagai berikut: pH 7: netral, pH <7: asam, pH >7: basa  pH 6,5-8,2 .

b.      Alkalinitas
Pengukuran alkalinitas dilakukan untuk mengetahui kemampuan sungai dapat bertahan akibat perubahan pH. Pada ekosistem air tawar, nilai alkalinitas berkisar antara 20-200 ppm.
c.       Hardness
Hardness menunjukkan total konsentration kation di dalam air, 2+ 2+ 2+ terutama kalsium (Ca ), magnesium (Mg ), besi (Fe ) dan mangan 2+ (Mn ). Tingginya konsentrasi kation-kation tersebut dapat menjadi permasalahan untuk air yang dikonsumsi.
d.      Nitrat, Nitrit, dan Amonia
Merupakan bentuk unsur nitrogen yang terdapat di dalam air, Berasal dari pupuk yang larut, kotoran hewan, dan lain-lain, Berfungsi sebagai hara atau pupuk untuk tanaman air, Kandungan yang tinggi di dalam air akan meningkatkan pertumbuhan dan aktivitas tumbuhan air sehingga kandungan oksigen di dalam air semakin berkurang dan menyebabkan hewan air sulit berkembang bahkan mati. Peristiwa ini disebut eutrofikasi. Kandungan yang tinggi di dalam air minum sangat berbahaya pada bayi, karena hemoglobin darah terikat oleh Nitrat, sehingga menyebabkan darah pada bayi kekurangan oksigen. Akibatnya bayi menjadi rentan terhadap penyakit hemoglobinosa.
e.       Fosfat
Merupakan bentuk dari unsur fosfor yang terdapat di dalam air, Berasal dari detergent sisa cucian, kotoran hewan, pupuk yang terlarut, dan lain-lain, Berfungsi sebagai hara untuk tanaman air, dan dapat mengakibatkan proses eutrofikasif.
f.       Oksigen Terlarut/Dessolved Oxygen (DO)
Merupakan oksigen yang ada di dalam air, Berasal dari oksigen di udara dan hasil fotosintesis tumbuhan air Sangat dibutuhkan dalam kehidupan hewan dan tumbuhan air. Kandungan oksigen di dalam air lebih sedikit dibandingkan dengan di udara Kandungan oksigen pada air yang bergerak lebih banyak dibandingkan dengan air yang tergenang. Kandungan oksigen berbeda antar musim, bahkan antar jam dalam satu hari, dan berubah sesuai dengan suhu dan ketinggian tempat Kekurangan oksigen akan menyebabkan tumbuhan atau hewan air sulit untuk berkembang
g.      Biological Oxygen Demant
BOD ialah jumlah oksigen yang digunakan mikroorganisme (bakteri) untuk menguraikan bahan-bahan organik di dalam air Jumlahnya tergantung pada pH, suhu, jenis mikroorganisme dan jenis bahan organik dan inorganik di dalam air. Sumber BOD daun-daun dan potongan kayu pada air tergenang, tumbuhan atau hewan yang sudah mati, kotoran hewan, dan lain-lain. Semakin tinggi BOD, semakin cepat oksigen di dalam air habis, sehingga akan membawa dampak negatif bagi perkembangan makhluk hidup yang ada di dalam air.
h.      Kandungan Coliform
Coliform adalah bakteri yang terdapat di dalam saluran pencernaan dan membantu proses pencernaan dapat berada di dalam sungai melalui perantara seperti amalia, burung atau saluran-saluran pembuangan Bersifat non patogenik Keberadaannya merupakan petunjuk bahwa pada sungai tersebut telah terdapat kotoran yang kemungkinan mengandung mikroba pathogen. Apabila kandungan coliform > 200 koloni per 100 ml air menunjukkan bahwa kemungkinan telah terdapat mikroorganisme pathogen pada air tersebut.
i.        Daya Hantar Listrik (DHL)
Daya hantar listrik adalah kemampuan air untuk menghantarkan Listrik Menunjukkan adanya bahan kimia terlarut seperti NaCl Konduktivitas air dapat meningkat dengan adanya ion-ion logam berat yang dilepaskan oleh bahan-bahan polutan.

SUMBER ALIRAN SUNGAI
Hujan yang jatuh di atas permukaan pada suatu Daerah Aliran Sungai (DAS) atau Wilayah Sungai (WS) segian akan menguap kembali sesuai dengan proses iklimnya, sebagian akan mengalir melalui permukaan dan sub permukaan mesuk ke dalam saluran, sungai atau danau dan sebagian lagi akan meresap jatuh ke tanah sebagai imbuhan (recharge) pada kandungan air tanah yang ada.
Ketersediaan air yang ada merupakan bagian dari fenomena alam, sering sulit untuk diatur dan diprediksi dengan akurat. Hal ini karena ketersediaan air mengandung unsur variabilitas ruang (spatial variability) dan variabilitas waktu (temporal variability) yang sangat tinggi. Aliran yang terukur di sungai atau saluran maupun danau merupakan potensi debit air permukaan, begitu halnya dengan air yang mengalir ke dalam tanah, kandungan air yang tersimpan dalam tanah merupakan bagian dari sistem sungai yang menyeluruh.
Aliran yang terukur di sungai atau saluran maupun danau merupakan potensi debit air permukaan, begitu halnya dengan air yang mengalir ke dalam tanah.
Dalam analisis melakukan ketersediaan air permukaan yang akan digunakan sebagai acuan adalah debit andalan (dependable flow). Sehingga yang paling berperan dalam studi ketersediaan air permukaan adalah data rekaman debit aliran sungai. Rekaman tersebut harus berkesinambungan dalam periode waktu yang dapat digunakan untuk pelaksanaan proyek ketersediaan air. Apabila penyadapan air akan dilakukan dari sungai yang masih alami, maka diperlukan rekaman data dari periode-periode aliran rendah yang kritis yang cukup panjang, sehingga keandalan pasok air dapat diketahui.
Debit andalan adalah suatu besaran debit pada suatu titik kontrol (titik tinjau) di suatu sungai di mana debit tersebut merupakan gabungan antara limpasan langsung dan aliran dasar. Debit ini mencerminkan suatu angka yang dapat diharapkan terjadi pada titik kontrol yang terkait dengan waktu dan nilai keandalan. Keandalan yang dipakai untuk pengambilan bebas baik dengan maupun tanpa struktur pengambilan adalah 80%, sedangkan keandalan yang diapakai untuk pengambilan dengan struktur yang berupa tampungan atau reservoir adalah sebesar 50%.

Untuk data aliran yang terbatas dan data hujan yang cukup panjang maka data aliran tersebut dapat dibangkitkan dengan menggunakan metoda pendekatan modelling hujan-aliran. Model hujan-aliran yang dapat digunakan adalah Metoda Mock. Metoda Mock lebih sering dipakai dibandingkan dengan metoda-metoda yang lain (SMAR, NRECA dll). Karena metoda ini dikembangkan di Indonesia, penerapannya mudah dan menggunakan data yang relatif lebih sedikit.
PENGUKURAN ALIRAN SUNGAI
Debit (kecepatan aliran) dan sedimen merupakan komponen penting yang berhubungan dengan permasalahan DAS seperti erosi, sedimentasi, banjir dan longsor. Oleh harena itu, pengukuran debit dan sedimen harus dilakukan dalam monitoring DAS.

A.       Debit Sungai
Debit merupakan jumlah air yang mengalir di dalam saluran atau sungai per unit waktu. Metode yang umum diterapkan untuk menetapkan debit sungai adalah metode profil sungai ('cross section'). Pada metode ini debit merupakan hasil perkalian antara luas penampang vertikal sungai (profil sungai) dengan kecepatan aliran air.

Q = A.V

dimana:
3 Q=Debit aliran (m /s); A=Luas penampang vertikal (m); V=Kecepatan aliran sungai (m/s)
Luas penampang diukur dengan menggunakan meteran dan piskal (tongkat bambu atau kayu) dan kecepatan aliran diukur dengan menggunakan ‘current meter’.
B.     Persiapan pengukuran debit
Sebelum mengadakan pengukuran, pemilihan lokasi merupakan hal penting yang harus diperhatikan, karena kesesuaian lokasi akan berpengaruh terhadap akurasi hasil pengukuran. Kriteria lokasi yang ideal untuk melakukan pengukuran adalah: tidak ada pusaran air profil sungai rata tanpa ada penghalang aliran air arus sungai terpusat dan tidak melebar saat tinggi muka air naik khusus untuk pengukuran pada sungai besar harus ada jembatan yang kuat.
Perlengkapan yang perlu dipersiapkan adalah:
Alat tulis (buku, pensil, dan spidol )
Timer (stopwatch)
Alat pengapung (bola tennis, bambu dengan pemberat)
Meteran
Benang atau tali
Palu dan paku
Tongkat bambu atau kayu
Penggaris
C.     Pelaksanaan Pengukuran Debit
Kegiatan yang dilakukan dalam pengukuran debit adalah pembuatan profil sungai dan pengukuran kecepatan aliran.
D.    Pembuatan Profil Sungai
Profil sungai atau bentuk geometri saluran sungai berpengaruh terhadap besarnya kecepatan aliran sungai, sehingga dalam perhitungan debit perlu dilakukan pembuatan profil sungai, dengan cara sebagai berikut:
·         Pilih lokasi yang representatif (dapat mewakili) untuk pengukuran Debit
·         Ukur lebar sungai (penampang horisontal)
·         Bagi lebar sungai menjadi 10-20 bagian dengan interval jarak yang sama (Gambar 2.1).
·         Ukur kedalaman air di setiap interval dengan mempergunakan tongkat Pembuatan profil sungai.
Proses pembuatan profil sungai
Contoh pengukuran profil sungai
Contoh hasil profil sungai
Dengan melakukan pengukuran profil sungai, maka luas penampang sungai dapat diketahui. Luas penampang sungai (A) merupakan penjumlahan seluruh bagian penampang sungai yang diperoleh dari hasil perkalian antara interval jarak horisontal dengan kedalaman air atau dapat dituliskan sebagai berikut:
dimana:
L=lebar penampang horisontal (m); D=Kedalaman (m)
Berdasarkan pada contoh profil pada Gambar 2.3, maka diketahui luas 2
penampang sungai adalah 26,47 m (Verbist et al., 2006).

E.     Pengukuran Debit
Kecepatan aliran sungai pada satu penampang saluran tidak sama. Kecepatan aliran sungai ditentukan oleh bentuk aliran, geometri saluran dan faktor faktor lainnya. Kecepatan aliran sungai diperoleh dari rata-rata kecepatan aliran pada tiap bagian penampang sungai tersebut. Idealnya, kecepatan aliran rata-rata diukur dengan mempergunakan 'flow probe' atau 'current meter' (Gambar 2.4). Alat ini dapat mengetahui kecepatan aliran pada berbagai kedalaman penampang. Namun apabila alat tersebut tidak tersedia, kecepatan aliran dapat diukur dengan metode apung.

PENGGUNAAN LAHAN
Penggunaan lahan dapat mempengaruhi besarnya perbandingan antara berbagai aliran air, yakni dengan melalui:
pemadatan tanah, yang khususnya akan mempengaruhi makroporositas tanah. Makroporositas berkaitan dengan perbedaan antara 'kejenuhan' dan 'kapasitas lapang', (atau volume air yang akan hilang dari tanah selama 24 jam, seperti digunakan dalam definisi kapasitas lapang), kerapatan isi tanah yang memiliki hubungan kuantitatif dengan makroporositas, fungsi pedotransfer (yang menghitung pengaruh tekstur tanah dan bahan organik tanah berdasarkan kerapatan isi tanah 'acuan'). Proses pemadatan tanah tidak dapat dipulihkan dengan mudah pembentukan kerak permukaan tanah ('surface sealing'), berhubungan langsung dengan hilangnya mineral permukaan tanah karena sinar matahari dan curah hujan langsung setelah hilangnya atau rusaknya lapisan seresah; pembentukan kerak tanah dapat dipulihkan dengan mudah, dengan memadukan dan memanfaatkan pengaruh penutup tanah dan biota tanah.
Jika pemadatan tanah terjadi karena proses 'degradasi', pengaruh pemadatan tanah ini relatif lebih kecil selama periode awal musim hujan, karena tanah masih mampu menyimpan air. Pada akhir musim penghujan, ketika tanah hampir jenuh, mulai terjadi perbedaan yang nyata pada kemampuan penyimpanan air pada tanah. sehingga terjadi pergeseran dari aliran dalam tanah – ‘sub surface flow’ menjadi aliran permukaan tanah – ‘quick flow’ dan mengakibatkan puncak aliran yang lebih tajam bila digambarkan dengan hidrograf.
Untuk mengetahui lebih lanjut bagaimana proses pemulihan struktur tanah oleh seresah/mulsa tidaklah mudah. Salah satu kendalanya adalah karena seresah yang berada di permukaan tanah, tergantung pada ukuran dan beratnya, mudah diterbangkan angin atau terbawa aliran air. Hal ini menyebabkan adanya perbedaan dalam hal struktur tanah meskipun masih dalam hamparan lahan yang sama. Tanah dengan seresah yang menumpuk akan mempunyai tingkatinfiltrasi lebih tinggi, sedangkan daerah yang tanpa seresah kemungkinan akan mengeras dan membentuk lapisan kerak akibat tingginya aliran permukaan. Penelusuran lebih rinci mengenai jenis-jenis seresah (berdasarkan spesies pohon) untuk mengetahui kecenderungannya dalam 'berpindah' pada sebidang tanah perlu dilakukan untuk mengetahui dampak seresah terhadap pemulihan tanah. Dalam skala luas di daerah semi-arid, proses pengangkutan –penumpukan seresah sering terlihat berpola garis seperti kulit harimau, sehingga dikenal sebagai 'tiger bush effect'. Dalam kondisi seperti ini, zona yang terdegradasi berfungsi sebagai 'penerima air' yang akan ditampung dan dimanfaatkan oleh zona yang bervegetasi. 'Rehabilitasi lahan' dapat membantu mengubah pola dan ukuran 'tiger bush effect' ini agar lebih effektif, meskipun tidak akan bisa menghilangkannya sama sekali.

PRESIPITASI, INTERSPSI, DAN EVAPTRANSPIRASI
A.    Presipitasi
Presipitasi merupakan curahan air dari atmosfer ke permukaan bumi. Sumber utama presipitasi di daerah tropis berasal dari curah hujan. Unsur yang penting dalam presipitasi adalah jumlah hujan yang dinyatakan dalam satuan kedalaman curah hujan (mm) dan intensitas curah dinyatakan dalam jumlah hujan per satuan waktu.
B.     Interspsi
Intersepsi adalah proses ketika air hujan jatuh pada permukaan vegetasi di atas permukaan tanah, tertahan beberapa saat untuk kemudian diuapkan kembali ke atmosfer atau diserap oleh vegetasi yang bersangkutan. Proses intersepsi terjadi selama berlangsungnya curah hujan dan setelah hujan berhenti. Proses intersepsi terhadap curah hujan dari tutupan vegetasi adalah sebagai salah satu proses dalam siklus hidrologi dalam hutan. Air hujan yang jatuh menembus tajuk vegetasi dan menyentuh tanah akan menjadi bagian air tanah. Besarnya intersepsi tidak dapat dihitung secara langsung karena morfologi tajuk tanaman yang beragam sehingga sulit untuk dilakukan pengukuran, namun nilai intersepsi pada ekosistem hutan dapat dihitung dengan mengukur besarnya curahan tajuk dan aliran batang pada vegetasi. Intersepsi dapat diketahui jika kedua nilai tersebut diperoleh, nilai intersepsi merupakan perbedaan dari besarnya presipitasi total (Pg ) dengan presipitasi bersih (Pn ).
Secara matematis besarnya intersepsi dinyatakan dengan npgI = P − dengan nilai= n P (throughfall (Tf ) + stemflow (S f ) ), nilai Pg didapatkan dari hasil pengukuran di daerah kajian. Nilai persentase intersepsi hujan pada tajuk vegetasi di daerah hutan hujan tropis adalah bervariasi (Asdak, 1995). Hujan terintersepsi oleh tajuk vegetasi sebesar 21% dari total air hujan total di hutan campuran Jawa Barat (Calder et al,1986 dalam Asdak, 1995). Sementara pada hutan yang tidak lebat dan telah dilakukan banyak penebangan persentase intersepsi tajuk berkurang hingga 6% dari total intersepsi sebesar 11% (Asdak et al, 1998).
Besarnya intersepsi bervariasi antara 35 – 55%,   Besar intersepsi hujan berkisar antara 35-75% dari keseluruhan ET di atas tegakan pohon/hutan. Di hutan hujan tropis berkisar antara  10 – 35% dari CH total besarnya air yang tertampung dipermukaan tajuk, batang dan cabang vegetasi (Kapasitas simpan Intersepsi/Canopy storage capacity) yang ditentukan oleh bentuk,kerapatan dan tekstur vegetasi air hujan yang jatuh pada permukaan tajuk akan turun melaluiØ sela-sela daun, batang dan cabang atau antar tajuk dan batang vegetasi.

AIR PERMUKAAN DAN AIR BAWAH PERMUKAAN
A.    Air Permukaan
Air permukaan adalah air yang berada pada permukaan bumi. Yang termasuk air permukaan adalah sebagai berikut:
Air Permukaan.
a.       Sungai
Yang dimaksud dengan sungai adalah daratan yang lebih rendah dari daerah sekitarnya yang merupakan tempat mengalirnya air dari hulu sampai ke muara. Sungai dibagi menjadi 2 (dua), yaitu sebagai berikut:
1.      Sungai berdasarkan sumber airnya, dibedakan atas:
·         Sungai hujan, yaitu sungai yang sumber airnya berasal dari air hujan;
·         Sungai gletser, yaitu sungai yang sumber airnya berasal dari gletser (salju yang mencair);
·         Sungai campuran, yaitu sungai yang sumber airnya berasal dari hujan dan gletser.
2.      Sungai Berdasarkan volume airnya, dibedakan atas:
·         Sungai permanen, yaitu sungai yang airnya tetap sepanjang tahun;
·         Sungai periodik, yaitu sungai yang airnya tidak tetap, yaitu kering pada musim kemarau dan di aliri air pada saat musim penghujan.
b.      Danau
Danau adalah daratan yang cekung dan terisi oleh air. Pada umumnya danau ini relatif luas.
Danau dibedakan menjadi 5 (lima) macam, yaitu:
  • Danau vulkanik, yaitu danau yang terjadi karena letusan gunung api;
  • Danau tektonik, yaitu danau yang terjadi karena air yang mengisi bekas terjadinya gerakan kulit bumi (dislokasi);
  • Danau tektovulkanik, yaitu danau yang terjadi karena letusan gunung api sekaligus pergeseran kulit bumi;
  • Danau buatan, yaitu danau yang sengaja dibuat untuk kepentingan kehidupan manusia dengan cara membendung sebuah sungai.
Manfaat danau
Manfaat danau antara lain:
  • Danau di manfaatkan untuk usaha perikanan
  • Sebagai tempat rekreasi
  • Penyuplai air kebutuhan air
  • untuk pengairan lahan pertanian
  • Sebagai pembangkit tenaga listrik
  • Pengendalian banjir
Rawa
Rawa adalah daratan yang rendah dan digenangi oleh air yang umumnya terdapat di daerah dataran rendah atau sepanjang tepi pantai. Oleh karena itu, ada pula daerah rawa yang dipengaruhi oleh pasang surutnya air laut. Daerah tersebut dinamakan daerah pasang surut karena pada saat air laut pasang, tanah rawa terendam air dan ketika surut sebagian rawa tetap tergenangi air. Pada rawa masih terdapat ciri-ciri kehidupan darat.
B.     Air Bawah Permukaan
Air tanah atau air bawah permukaan bumi tersimpan di dalam lapisan batuan kulit bumi.. sumber air tanah yaitu air hujan yang meresap kedalam tanah melalui pori-pori tanah. Air tanah dibedakan atas:
  • Air tanah dangkal, yaitu air tanah yang letaknya dekat permukaan bumi diatas lapisan kedap air. Air tanah ini diambil dengan cara menggali tanah yang lebih di kenal dengan nama sumur.
  • Air tanah dalam, yaitu air tanah yang letaknya jauh dari permukaan bumi yang tersimpan dalam dua lapisan kedap air. Karena letaknya yang dalam, air tanah ini memiliki tekanan yang kuat. Apabila terjadi celah yang dapat tembus, maka akan menyembur keluar yang dinamakan dengan air artesis.
STATISTIKA DALAM HIDROLOGI
A.           Suatu rangkaian dari variat,  yang  merupakan deret berkala  (time series), menggambarkan sampel dari populasi
B.            Distribusi   (distribution)   adalah   data   yang   disusun   menurut   besarnya, misalnya debit banjir dari nilai terbesar dan berakhir pada debit banjir terkecil atau sebaliknya.
C.            Distribusi probabilitas (probability distribution) adalah jumlah kejadian dari sebuah variat diskrit dibagi dengan jumlah data. Jumlah total probabilitas dari seluruh variat adalah 1.
D.           Probabilitas   komulatif   adalah   jumlah   peluang   dari   variat   acak   yang mempunyai sebuah nilai sama atau kurang dari suatu nilai tertentu.
E.            Frekuensi (frequency) adalah jumlah kejadian dari sebuah variat dari variabel diskrit.
F.             Interval kelas  (class  interval)  adalah  ukuran   pembagian  kelas dari  suatu variable.
G.           Distribusi   frekuensi   (frequency   distribution)   adalah   suatu   distribusi   atau variabel tabel frekuensi yang mengelompokkan data yang belum terkelompok menjadi data kelompok.
Beberapa istilah statistik yang telah dipaparkan oleh Sri Hartono (2000) antara lain:
A.    Populasi (population) adalah seluruh kemungkinan  pengamatan yang dapat dilakukan atau kumpulan lengkap dari seluruh besaran yang mewakili suatu proses acak (random) tertentu. Populasi tidak harus tidak terbatas (infinite) tetapi dapat juga terbatas (finite).
B.     Sampel (sample) adalah sejumlah pengamatan yang terbatas, yang merupakan bagian dari sebuah populasi. Misalnya pengamatan hujan selama 5 tahun adalah sampel dari seluruh populasi.
C.     Variable (variables) adalah karakter  suatu sistem  yang  dapat  diukur  dan besarannya berbeda apabila diukur pada saat yang berbeda (fungsi waktu).
D.    Parameter (parameters) adalah besaran yang menandai  suatu  system dan tidak berubah dengan waktu, misalnya luas DAS
E.     Variat (variate, outcome, observation, realization) adalah besaran dari suatu variabel.
Widandi Soetopo dan Lily Montarcih (2009) juga menulir istilah-istilah sebagai berikut:
A.    Elemen, merupakan bagian terkecil dari suatu kejadian. Contoh : (1). Debit sebesar 12.6 m3/dt, (2). curah hujan setinggi 78 mm, (3). hujan yang pertama terjadi dalam 4 hari mendatang.
B.     Kejaidan (event), merupakan  kumpulan semua elemen dengan spesifikasi tertentu. Contoh : (1). debit > 1.200 m3 /dt (berarti semua debit yang lebih dari 1.200 m3 /dt), (2). curah hujan < 95 mm (berarti semua curah hujan yang kurang dari 95 mm), (3). dalam 4 hari mendatang terjadi hujan terus-menerus, dalam 4 hari mendatang sedikitnya terjadi 1 hari hujan.
C.     Variabel,   merupakan   symbol   (notasi)   yang   menyatakan   suatu   kejadian (event). Sebagai contoh : (1). Q menyatakan debit sesaat sungai (m3/dt), (2). Qthn  menyatakan debit rerata tahunan sungai (m3/dt), (3).  R  menyatakan curah hujan harian (mm), (4).  Rmax  menyatakan curah hujan maksimum tahunan (mm), (5). H menyatakan tinggi muka air sesaat di waduk, sungai atau saluran (m). Nilai suatu variable akan bervariasi menurut dimensi ruang (spasial) atau dimensi waktu (temporal).
D.    Populasi,   merupakan   kumpulan   dari   semua   elemen   yang   mungkin   ada (banyaknya elemen dapat berhingga/finite atau tak berhingga/infinite).
E.     Sampel (sample), merupakan bagian dari populasi yang diambil secara acak (random). Sampel ini dianggap mewakili populasi. Analisa statistic dilakukan terhadap   sampel   (analisa  langsung  terhadap  populasi  tidak  akan  praktis, kecuali untuk ukuran populasi yang cukup kecil).
F.      Kala ulang (return period), secara praktis didefinisikan  sebagai  n period rerata dari selang waktu antara 2 kejadian tertentu.

EROSI DAN SEDIMENTASI
Secara umum erosi dan sedimentasi merupakan proses terlepasnya butiran tanah dari induknya di suatu tempat dan terangkutnya material tersebut oleh gerakan angin atau air kemudian diikuti dengan pengendapan material yang terangkut di tempat yang lain. Bahaya erosi banyak terjadi di daerah-daerah lahan kering terutam yang memiliki kemiringan lereng sekitar 15% atau lebih. Tanah kering tang rentan terhadap erosi terutama adalah tanah Podsolik Merah Kuning yang mempunya areal terluas di Indonesia, kemudian disusul oleh tanah Latosol yang kemiringan lereng agak curam sampai curam, terutama tanah-tanah yang tidak tertutup tanaman. (Suripin, Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air, 2004).
Proses terjadinya erosi dan sedimen:
Proses erosi dan sedimentasi secara alami telah terjadi yaitu proses pelapukan batuan atau bahan induk tanah secara geologi dan alamiah. Erosi alami merupakan proses keseimbangan alam yang artinya kecepatan kerusakan tanah masih saa atau lebih kecil dari proses pembentukan tanah. Sedangkan DAS yang masuk dalam wilayah perkotaan mengalami erosi yang cukup besar dan dalam waktu yang cukup cepat. Hal ini dikarenakan, perubahan tata guna lahan yang disebabkan oleh meningkatnya kegiatan manusia di wilayah DAS tersebut. Meningkatnya kegiatan manusia dalam mengelola dan meningkatkan produktivitas tanah telah menyebabkan terjadinya pemecahan agregat-agregat tanah karena pengangkatan dan pemindahan tanah pada saat pengolahan tanah. Hal tersebut menyebabkan meningkatnya laju erosi tanah yang disebut erosidipercepat. Penyebab utama terjadinya erosi di daerah tropis seperti Indonesia adalah air. Hal ini disebabkan oleh, daerah tropis memiliki kelembaban dan rata-rata curah hujan per tahun yang cukup tinggi.
Proses erosi tanah yang disebabkan oleh air meliputi 3 tahap, yaitu:
a.       Pelepasan butiran tanah atau paertikel tanah dari bongkah agregat tanah.
b.      Pemindahan atau pengankutan butiran tanah oleh media pengangkut, yaitu air.
c.       Pengendapan butiran tanah dimana butiran tanah tidak dapat diangkut lagi oleh media pengangkut.
 Sebagai wilayah tropis, proses erosi tanah lebih banyak disebabkan oleh air. Berdasarkan bentuknya erosi dibedakan menjadi 4 tipe, yaitu:
a.       Erosi lempeng (sheet erosion), yaitu butiran-butiran diangkut lewat permukaan atas tanah oleh selapis tipis limpasan permukaan , yang dihasilkan oleh intensitas hujan yang merupakan kelebihan dari infiltrasi.
b.      Pembentukan polongan (gully), yaitu erosi lempeng terpusat pada polongan tersebut. Kecepatan airnya jauh lebih besar dibandingkan dengan kecepatan limpasan permukaan tersebut diatas. Polongan tersebut cenderung menjadi lebih dalam, yang menyebabkan terjadinya longsoran-longsoran. Polongan tersebut tumbuh kearah hulu. Ini dinamakan erosi kearah belakang (backward erosion).
c.       Longsoran massa tanah yang terletak diatas batuan keras atau lapisan tanah liat; longsoran ini terjadi setelah adanya curah hujan panjang, yang apisan tanahnya menjadi jenuh oleh air tanah.
d.      Erosi tebing sungai, terutama terjadi pada saat banjir, yaitu tebing tersebut mengalami penggerusan air yang dapat menyebabkan longsornya tebing-tebing pada belokan-belokan sungai.
Erosi dapat diprediksi berdasarkan kondisi lapangan, yaitu dengan cara : memperhatikan adanya bentukan hasil erosi seperti erosi lembar permukaan ('sheet erosion'), erosi alur ('rill erosion'), dan erosi parit ('gully erosion') seperti diilustrasikan pada Gambar dibawah.
Pendekatan lain untuk memperkirakan terjadinya erosi di suatu tempat adalah dengan memperhatikan perubahan kondisi permukaan tanah. Pada umumnya tanah-tanah yang telah mengalami erosi dicirikan oleh perubahan warna dan konsistensi tanah, serta munculnya akar tumbuhan atau lapisan batuan di permukaan tanah (Gambar 1.7). Berdasarkan jumlah tanah yang hilang akibat erosi, tingkat bahaya erosi pada suatu tempat dapat dikelompokkan seperti disajikan pada Tabel dibawah.

PENGELOLAAN VEGETASI DAN HASIL AIR
Adanya jenis vegetasi penutup lahan seringkali menyebabkan membesar atau mengecilnya hasil air (water yield) serta juga mempengaruhi kualitas air dilahan tersebut. Terjadinya kebakaran hutan (forest logging), perubahan jenis vegetasi, ladang berpindah atau perubahan tata guna lahan hutan menjadi lahan pertanian atau sebagainya, dikhawatirkan dapat mempengaruhi penyebaran curah hujan dan perubahan iklim mikri (setempat).
Vegetasi yang keragaman hayatinya cukup tingi dalam ekosistem DAS merupakan salah satu instrument yang mendukung kestabilan ekosistem terutama untuk melindungi permukaan tanah dari ancaman erosi yang berdampak terhadap proses sedimentasi dan longsor. Peran ekologi tersebut lebih efektif diperankan oleh jenis vegetasi hutan, sehingga keberadaan vegetasi hutan di daerah hulu, tengah dan hilir DAS menjadi prasyarat penentu kelestarian ekosistemnya. Ekosistem hulu DAS memiliki komposisi dan tingkatan vegetasi yang cukup tinggi sehingga memiliki kemampuan yang lebih baik dalam menunjang fungsi lindung dan tangkapan airnya.
Pada umumnya persoalan yang terjadi dalam sumber daya air berkaitan dengan waktu dan penyebaran aliran air sebagai akibat dari perubahan kondisi tata guna lahan dan faktor meteorology yaitu curah hujan. Peranan vegetasi dalam DAS berpengaruh terhadap arah sirkulasi air dalam suatu ekosistem hutan, kerapatan penutupan tanaman baik pada lokasi cagar alam maupun pada daerah perkebunan masyarakat mampu mempertahankan kelembaban udara, selanjutnya menurunkan energi panas sehingga mengurangi hilangnya air melalui proses evaporasi dari permukaan tanah.
Beberapa pengelolaan DAS memandang bahwa hutan nerupakan pengatur aliran air (stream flow regulator) yaitu hutan dapat menyimpan air selama musim hujan dan melepaskannya pada musim kemarau. Hubungan timbal balik antara vegetasi hutan dan ketersediaan sumberdaya air pada satuan ekosistem DAS sangat berpengaruh nyata, sehingga kelestarian hutan dan komponen lingkungan disekitar daerah DAS menjadi indikasi kelestarian lingkungan yang dihasilkan, salah satunya sumberdaya air.
Kehadiran vegetasi yang dikembangkan terutama jenis yang evapotranspirasinya rendah memiliki kontribusi dalam membantu persediaan air tanah, terutama efek spons (sponge effect) yang menyerap dan menahan air hujan sehingga lebih lambat dan merata, mengurangi kecenderungan banjir pada musim hujan lebat serta melepaskan air secara terus menerus pada musim kemarau sehingga mampu menjaga kestabilan debit air di daerah hilir dan tentunya berdampak terhadap proses produksi dari berbagai industri di hilir.
Dalam rangka mendukung fungsi DAS terhadap kelestarian tata air, maka program pembangunan ekosistem hutan atau komunitas pepohonan yang berpegaruh baik terhadap tata air dan lingkungan merupakan salah alternatif yang ditempuh. Berbagai pola pendekatan yang mengarah pada kesinambungan pelestarian tata air dilakukan melalui macam bentuk pengelolaan dan penyelamatan ekosistem DAS seperti kegiatan reboisasi, penghijauan, hutan rakyat maupun pengembangan teknologi tradisional yang di miliki oleh masyarakat seperti terasering, dll.
Pengelolaan vegetasi dalam rangka pengelolaan ekosistem DAS diarahkan untuk tercapainya kondisi ekosistem hulu yang sehat dan lestari melalui terpeliharanya vegetasi sebagai komponen pendukung tata air. Perlu dipahami bahwa kerusakan daerah hulu tidak saja berdampak sektoral seperti pertanian dan kehutanan, tetapi dampak multidimensi bagi keberlangsungan proses-proses pembangunan yang berkaitan dengan sumberdaya air, seperti sektor industri, pariwisata dan kebutuhan domestik.

KUALITAS AIR
Apabila kita berbicara mengenai fungsi DAS yang berkaitan dengan kualitas air, seringkali yang menjadi topik hangat adalah masalah erosi dan sedimentasi partikel tanah. Padahal, secara ekologis kerusakan kualitas air yang utama berkaitan erat dengan pencemaran karena unsur hara, pestisida, dan bahan-bahan organik yang mengurangi ketersediaan oksigen di air. Unsur-unsur yang dapat mencemari air antara lain unsur hara, logam berat seperti merkuri (Hg) yang biasanya digunakan dalam penambangan emas, arsenik (As) yang bersumber dari tanah dan terlarut dalam air tanah, kemudian bergerak dari sumber-sumber air tanah), bahan organik yang dapat terurai pada aliran air serta bahan-bahan biologi aktif (pestisida, obat obatan). Untuk mengetahui ada tidaknya bahan pencemar di aliran sungai/danau, diperlukan pengukuran khusus dan penelusuran yang rinci jenis dan asal sumber pencemaran tersebut. Sebenarnya mencegah pencemaran sebelum terjadi jauh lebih baik daripada melakukan penanggulangan setelah ada kejadian. Namun, pengambil kebijakan biasanya membutuhkan bukti nyata sebelum mereka tergerak hatinya dan terbuka matanya akan adanya resiko pencemaran. Untuk dapat melihat terjadinya pencemaran secara nyata, dibutuhkan waktu yang lama dan sangat tergantung pada curah hujan, kondisi hidrologi dan seberapa baik 'filter' alami yang ada di DAS. Sayangnya, apabila pencemaran sungai telah terlihat dengan jelas, maka akan dibutuhkan waktu yang lebih lama lagi untuk mengatasinya.